Suara.com - Pasca penggerebekan pasangan gay dosen dan mahasiswa di Kota Padang Sumatera Barat beberapa waktu lalu, Warg Kota Payakumbuh yang tergabung dalam Luak 50 mendesak wali kota setempat merealisasikan wacana ronda malam dan perda anti maksiat.
Desakan tersebut disampaikan lantaran Kota Payakumbuh menjadi pihak yang kali pertama mendeklarasikan diri sebagai Kota Anti Maksiat pada 2 Novembner 2018 silam.
Ketua Forum Komunikasi Luak 50 Yudilfan Habib mengatakan Payakumbuh harus belajar dari kejadian di Kota Padang agar kejadian serupa tidak terjadi.
Apalagi, lanjutnya, beberapa saat setelah deklarasi anti maksiat di Payakumbuh, sepasang remaja yang diduga berbuat prilaku seks menyimpang yang tertangkap di lapangan Lubuk Bulan.
Baca Juga: Dosen Gay yang Digerebek Warga, Ternyata Staf Pengajar di FKIP UMSB
"Pemkot Payakumbuh perlu mendesak DPRD untuk mengesahkan Raperda Anti Maksiat yang telah diajukan sejak awal tahun 2019 ini. Termasuk merealisasikan janji Walikota Payakumbuh, Riza Falepi soal pengaktifan kembali ronda-ronda malam di setiap RT dan RW,” kata Yudilfan kepada Covesia.com-jaringan Suara.com pada Kamis (5/9/2019).
Ia menegaskan sesegera mungkin pemerintah kota mengesahkan Raperda Anti Maksiat sebagai shock therapy untuk pelaku maupun pelaku prilaku seks menyimpang.
“Perlu sesegera mungkin. Apa yang terjadi di Kota Padang tersebut adalah sebuah tamparan yang memalukan. Kota Padang juga pernah mendeklarasikan diri sebagai kota Anti Maksiat. Tahu-tahu kecolongan juga. Payakumbuh jangan pernah ada kejadian hal seperti itu juga,” katanya.
Sementara itu, Kepala Satpol PP Kota Payakumbuh Devitra mengatakan pihaknya memang telah mengajukan Raperda Anti Maksiat kepada DPRD Kota Payakumbuh. Namun hingga kini belum disahkan.
Meski begitu, mereka mengaku etap melakukan pengawasan ke tengah masyarakat untuk mengantisipasi prilaku LGBT masuk dan berkembang di Kota Payakumbuh.
Baca Juga: Dosen Gay yang Digerebek Sedang Bersama Pasangannya, Dipecat Dari Kampus
“Di setiap kelurahan sudah kami lakukan sosialisasi dan edukasi ke tengah masyarakat soal anti maksiat ini. Para RT dan RW dijadikan pembicara sosialisasi. Ada komitmen yang jelas dibuat oleh perangkat RT dan RW untuk mencegah maksiat maupun kriminal lainnya sampai Ranperda disahkan oleh DPRD,” ucap Devitra.