Suara.com - Beberapa penelitian menyebut selfie di depan karya seni dapat berdampak positif pada pengalaman publik meresapi karya seni.
Tak hanya itu, meningkatnya kebiasaan berswafoto di beragam pameran, menyebabkan popularitas museum dan pameran ikut terdongkrak. Seni hari ini lantas tak lagi dianggap sebagai produk adiluhung yang hanya dapat diakses segelintir orang.
Namun di balik dampak positif tersebut, tak sedikit kita mendengar sentimen negatif akibat kebiasaan swafoto di ruang-ruang pameran yang dianggap merugikan dunia seni rupa. Tak tanggung-tanggung, kerugian tersebut bahkan ditaksir mencapai puluhan miliar rupiah.
Laporan Artsy menyebut awal November 2018, karya etsa dari seri lukisan Francisco de Goya 'Los Caprichos' yang dibuat tahun 1799 serta karya Salvador Gali yang terinspirasi dari etsa tersebut rusak di sebuah pusat seni internasional di Rusia.
Dua karya senilai masing-masing sekitar Rp 8,8 miliar dan Rp 330 juta itu rusak akibat sekelompok perempuan menyenggol tembok imitasi tempat karya-karya tersebut dipajang. Mereka berusaha berswafoto di depan karya tersebut.
Sementara itu pada tahun 2016, patung Dom Sebastian, seorang penguasa Portugal pada tahun 1557 hingga 1578 hancur berkeping-keping akibat ulah seorang pria berusia 24 tahun yang hendak berswafoto dengan memanjat patung. Meski tak diketahui nilai pastinya, patung tersebut ditaksir memiliki nilai yang begitu tinggi menilik laporan ArtNews.
Pada tahun yang sama, patung Herkules di Italia yang diperkirakan bernilai sekitar Rp 3,6 miliar rusak akibat para pemburu selfie.
Total, dalam dasawarsa terakhir, dunia seni rupa dunia mengalami kerugian yang ditaksir mencapai puluhan miliar rupiah menilik laporan VICE Garage.
Bak dua sisi mata uang logam, era media sosial hari ini agaknya tak hanya mendekatkan beragam karya seni rupa pada para penikmatnya dalam skala lebih luas, namun juga menjadi bencana tatkala beberapa orang mementingkan ego demi gengsi menyatakan keberadaan diri mereka.