Arsip tersebut dikumpulkan dan diberi pengantar oleh Brad Simpson, pendiri dan direktur National Security Archive's Indonesia and East Timor Documentation Project, sekaligus Associate Professor of History and Asian Studies dari Universitas Connecticut.
Warga Indonesia Bukan Musuh Bangsa Papua
Benny mengungkapkan, dirinya sudah mendapat laporan bahwa terdapat sejumlah orang yang mengatasnamakan warga non-Papua dan memancing keributan dengan warga asli Papua—terutama yang menggelar aksi damai anti-rasisme dan menutut referendum.
Menurutnya, penggunaan milisi-milisi sipil seperti itu dulu juga digunakan militer Indonesia untuk meredam aksi menuntut referendum dari rakyat Timor Leste.
Baca Juga: Sebut Benny Wenda Provokator, Wiranto: Seakan Kita Telantarkan Papua
”Aksi anti-rasisme itu digelar spontanitas. Bangsa Papua bukan monyet. Saya sebagai pemimpin bangsa Papua mengutuk keras diskriminasi rasialis yang kali pertama dilontarkan aparat militer serta ormas reaksioner kepada mahasiswa-mahasiswa kami di Surabaya,” jelasnya.
Ia menegaskan, aksi damai anti-rasisme di tanah Papua itu tak pernah berlaku diskriminatif terhadap warga non-Papua.
“Bertahun-tahun rakyat Papua hidup bersama migran-migran Indonesia dan damai. Baru kali ini ada oknum yang mengatasnamakan warga non-Papua dan menyerang warga asli Papua. Artinya ada skenario di baliknya. Milisi-milisi itu dibentuk dan digerakkan oleh siapa? Wiranto!”
“Kami tidak pernah melakukan diskriminasi rasis terhadap migran-migran (orang Indonesia) di Papua. Musuh kami bukan rakyat Indonesia, tapi sistem dan pemerintah kolonial Indonesia,” tambahnya.
Namun, kata dia, perlakuan pemerintah Indonesia justru sebaliknya terhadap rakyat Papua.
Baca Juga: Istana Sebut Benny Wenda Aktor Kerusuhan Papua, Mobilisasi Diplomatik
“Kami menuntut hak menentukan nasib sendiri, tapi dikriminalisasi, dipenjarakan. Bahkan kami dibilang bangsa monyet. Untuk itulah kami menuntut keluar dari Republik Indonesia,” tegasnya.