Soal Blokir Internet Papua, Dewan Pers: Jadi Kayak Ada yang Disembunyikan

Jum'at, 30 Agustus 2019 | 17:59 WIB
Soal Blokir Internet Papua, Dewan Pers: Jadi Kayak Ada yang Disembunyikan
Anggota Dewan Pers, Ahmad Djauhar di Kantor Staf Presiden. (Suara.com/Ummi HS).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Anggota Dewan Pers, Ahmad Djauhar menyebut sejumlah pihak mendesak pemerintah untuk mencabut pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat.

Djauhar menuturkan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat menyebabkan sulitnya masyarakat mencari kebenaran informasi yang beredar. Justru, dia menganggap ada yang disembunyikan terkait alasan pemerintah untuk memblokir internet di Papua.

"Tadi ada permintaan pemblokiran internet di sana (Papua dan Papua Barat) dicabut. Karena itu justru menimbulkan orang di mana pun sulit untuk mencari info yang benar. Seperti apa sih, kok jadi kayak ada yang disembunyikan," ujar Djauhar di Kantor Staf Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Djauhar sempat melakukan pertemuan dengan sejumlah lembaga dan organisasi di Kantor KSP. Sejumlah lembaga di antaranya seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Komnas HAM, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Dirjen Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Komnas Perempuan, serta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers.

Baca Juga: Kemenlu: Tak Ada Dasar Minta PBB Ikut Campur Kerusuhan Papua

Djauhar mengatakan jika akses internet kembali dibuka, masyarakat akan lebih paham dan bisa membaca informasi dari media mainstream terkait informasi yang berkembang. Sebab kata dia informasi yang berkembang di media sosial tidak bisa dipertanggungjawabkan.

"Tapi kalau Internet dibuka, enggak apa-apa informasinya berkembang, tapi masyarakat akan lebih paham, mereka akan mencari ke media mainstream, yang lebih teruji. Dari medsos ini kan tidak ada yang bertanggung jawab," ucap dia.

Lebih lanjut, Djauhar menyebut dalam pertemuan tadi, KSP menyambut positif usulan sejumlah lembaga dan organisasi agar pemerintah mencabut pemblokiran akses internet.

"Mereka saya kira merespons positif. Tapi pada prinsipnya mereka dengan argumen dari peserta diskusi tadi, pada prinsipnya sepakat. Bahwa internet di sana justru kalau ini, menimbulkan kesimpangsiuran informasi, itu lebih berbahaya," katanya.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyatakan tidak ada kebijakan memblokir jaringan telekomunikasi atau black out menyusul terjadinya demonstrasi berujung kerusuhan di Kota Jayapura, Papua pada Kamis (29/8/2019).

Baca Juga: Wiranto: Tanpa Disuruh, Jokowi Pasti ke Papua

Rudiantara menegaskan, pemerintah hanya melakukan pembatasan layanan data, bukan pembatasan penggunaan telepon maupun pesan singkat atau SMS.

"Kebijakan pemerintah hanya melakukan pembatasan atas layanan data (tidak ada kebijakan black out) sementara layanan suara (menelepon atau ditelepon) serta SMS (mengirim atau menerima) tetap difungsikan," ujar Rudiantara saat dikonfirmasi Suara.com, Kamis (29/8/2019) malam.

Ia mengatakan tidak berfungsinya akses komunikasi dan penggunaan telepon dan pesan singkat di Jayapura, karena putusnya kabel utama jaringan optik Telkomsel. Hal tersebut, kata dia, menjadi penyebab matinya layanan telekomunikasi.

"Yang terjadi di Jayapura, ada yang memotong kabel utama jaringan optik Telkomsel yang mengakibatkan matinya seluruh layanan telekomunikasi," ucap dia.

Rudiantara menyebut pihak Telkomsel saat ini tengah berusaha memperbaiki kabel yang putus tersebut.

"Telkomsel sedang berusaha untuk memperbaiki kabel yang diputus atau melakukan pengalihan trafik agar layanan suara dan SMS bisa segera difungsikan," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI