Suara.com - Seorang mahasiswa program doktor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Abdul Aziz, mengangkat topik yang berkaitan dengan hubungan seksual untuk disertasinya.
Judul disertasi tersebut yakni Konsep Milk Al Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Nonmarital.
Aziz, yang baru saja mengikuti ujian terbuka pada Rabu (28/8/2019), menjelaskan konsep Milk Al Yamin gagasan Muhammad Syahrur. Ia mengatakan, seks di luar nikah dalam batasan tertentu tidak melanggar syariat.
Konsep itu lantas bisa memantik kemunculan hukum Islam baru yang melindungi hak asasi manusia dalam hubungan seks di luar nikah, atau nonmarital, yang tidak melibatkan pemaksaan.
Baca Juga: Kronologi Mahasiswi S3 Dilempar Disertasi Oleh Rektor MR
Menurut keterangan Aziz, konsep Milk Al Yamin telah dipahami oleh ulama seperti Imam asy Syafii dan Imam at Tabari untuk dilakukan laki-laki dengan budak perempuan melalui akad milik.
Dalam penelitian Muhammad Syahrur, ditemukan 15 ayat Alquran tentang Milk Al Yamin yang masih eksis sampai saat ini. Namun, prinsipnya sudah bergeser.
Di masa awal Islam, konsep itu mengabsahkan kepemilikan budak, sementara berdasarkan konteks modern, beralih ke keabsaahan untuk memiliki partner seksual di luar nikah yang tidak bertujuan untuk membangun keluarga, dengan kata lain menikah kontrak ataupun samen leven, yang lebih dikenal banyak banyak dengan istilah 'kumpul kebo'.
Meski begitu, kata Aziz, bukan berarti Muhammad Syahrur membenarkan skes bebas begitu saja.
"Ada berbagai batasan atau larangan dalam hubungan seks nonmarital, yaitu dengan yang memiliki hubungan darah, pesta seks, mempertontonkan kegiatan seks di depan umum, dan homoseksual," ujarnya, dikutip dari Harian Jogja, partner SUARA.com.
Baca Juga: Lempar Mahasiswi S3 dengan Disertasi, Besok Rektor MR Angkat Bicara
Ia sendiri berpendapat, hubungan seksual yang terikat pernikahan ataupun di luarnya adalah hak asasi manusia yang dilindungi agama dan pemerintah, tetapi yang seks marital yang dipandang legal dalam tradisi fikih Islam.
Karena itulah, menurut Aziz, sering terjadi kriminalisasi untuk hubungan seksual nonmarital meskipun dilakukan secara konsensual.
Padahal, kata Aziz, hubungan seks itu sah menurut syariat, dengan beberapa batasan. Ia sendiri mengangkat topik ini dengan tujuan sebagai rekomendasi hukum keluarga Islam atau hukum perdata dan pidana Islam terkait perlindungan hubungan seks nonmarital.
"Jika ditarik dalam masa kini, Indonesia tidak terbuka soal permasalahan seksualitas dibandingkan dengan negara lainnya. Padahal dampaknya sama. Bagaimana penyaluran hasrat manusia sebelum menikah? Siapa yang mau mengatasi masalah ini? Indonesia tidak mau terbuka dan hanya mengkriminalisasi. Padahal Eropa ada pencatatan nikah, partnership, nikah mutah juga ada dan itu legal. Indonesia susah, akhirnya semua disembunyikan. Malah lebih bahaya," terangnya.
Namun di sisi lain, ia menyadari, konsep ini susah diterapkan karena mengandung bias gender lantaran melarang wanita yang sudah menikah untuk melakukannya dan hanya membolehkan laki-laki.
Perempuan pun bisa menjadi korban yang paling menderita jika hukum itu dilaksanakan.