Suara.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai, mesti ada alternatif lain untuk menghukum pelaku kejahatan seksual selain melakukan kebiri kimia. Menurutnya hukuman itu hanya untuk membalas kekejaman dengan kekejaman lagi.
Rencana menghukum pelaku kejahatan seksual itu akan diberikan oleh Kejaksaan Negeri Mojokerto, Jawa Timur kepada salah seorang pelaku pemerkosa 9 anak.
Meski mengamini Indonesia harus bersatu memberantas kejahatan seksual, Usman menilai upaya hukuman kebiri kimia justru meleset dari esensi atas penghukuman.
"Namun, penghukuman menggunakan kebiri kimia adalah membalas kekejaman dengan kekejaman. Itu bukan esensi dari penghukuman dan bukan pula bagian dari keadilan itu sendiri," kata Usman melalui keterangan tertulisnya, Selasa (27/8/2019).
Baca Juga: Aris Tolak Teken Hukuman Kebiri, PT Surabaya: Putusan Tak Bisa Diubah Lagi!
Usman mengungkap, penghukuman dengan melakukan kebiri kimia itu melanggar aturan internasional tentang Penyiksaan dan Perlakukan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat.
Aturan itu telah diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan telah diratifikasi oleh Indonesia.
Pihaknya sangat memahami usaha pemerintah menunjukkan ketegasannya dalam memerangi kejahatan seksual terutama terhadap anak.
Akan tetapi, menurutnya memberikan hukum kebiri kimia justru menjauhkan pemerintah dari tanggung jawabnya untuk reformasi kompleksitas instrumen hukum dan kebijakan terkait pelindungan anak.
Dengan demikian, Usman berharap kalau pemerintah bisa memiliki alternatif untuk memberikan penghukuman kepada pelaku-pelaku kejahatan seksual tanpa harus melakukan kebiri kimia.
Baca Juga: Tolak Hukum Kebiri, Komnas HAM: Presiden Harus Cabut Perppu Itu!
Salah satu yang diusulkan ialah pemberian waktu hukuman penjara yang lama serta memberikan program-program yang bisa menyembuhkan si pelaku.