Suara.com - Kosongnya kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta berpotensi memberikan dampak keuntungan dalam segi finansial pribadi Gubernur DKI, Anies Baswedan.
Anies bahkan bisa mengantongi puluhan miliar rupiah karena kosongnya kursi nomor dua DKI itu setelah ditinggal Sandiaga Uno.
Pasalnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2000, kepala daerah termasuk Wakilnya berhak mendapatkan Biaya Penunjang Operasional (BPO) paling besar 0,15 persen dari Pendapatan Anggaran Daerah (PAD). Besaran tersebut nantinya diatur oleh kepala daerah itu sendiri.
Pada tahun 2018 lalu, PAD DKI mencapai Rp 43,33 triliun. Namun Anies hanya mengambil 0,13 persen dari PAD tersebut. Jika dihitung, Gubernur dan Wagub DKI bisa menerima BPO sebesar Rp 56,32 miliar.
Baca Juga: Anies Baswedan Diklaim Antar Persija Angkat 2 Piala, Warganet Protes
Jumlah BPO Rp 56,32 miliar itu seharusnya dibagi untuk Anies dan wakilnya. Namun untuk kasus di DKI, pada tahun 2018, sejak bulan Agustus kursi wagub sudah kosong.
Kepala Biro Kepala Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri DKI Jakarta Muhammad Mawardi mengatakan, BPO tersebut dapat dimanfaatkan seluruhnya oleh Anies.
"Apabila wakil gubernur tidak ada, gubernur dapat memaanfaatkan itu. Ketika ada wakil gubernur, mereka pasti rundingan," kata Mawardi saat dihubungi, Jumat (23/8/2019).
Ketika ada pembagian dengan wagub, Mawardi mengatakan pembagiannya adalah 60-40 persen dari total BPO. Artinya 60 persen untuk Anies dan 40 persen untuk Sandiaga.
"Saat masih ada wagub, skemanya 60 persen untuk gubernur, 40 persen untuk wakil gubernur," jelas Mawardi.
Baca Juga: Videonya Soal Anies Baswedan Viral, Sherly Annavita Di-bully Warganet
Pada tahun 2019, PAD DKI mencapai Rp 74,99 triliun. Anies mengurangi BPO miliknya menjadi 0,10 persen. Hasilnya, Anies bisa mengantongi Rp 74,99 miliar.