Suara.com - Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia (UI) Eko Prasojo mengatakan pemindahan ibu kota justru berpotensi akan melahirkan ibu kota yang baru. Lantaran, dalam proses perpindahan ibu kota itu juga terdapat peralihan iklim sosial budaya yang baru dari para pendatang.
Eko mengungkapkan kemungkinan adanya budaya sosial baru yang masuk ke daerah yang dipilih sebagai ibu kota baru lazim terjadi. Pun beriringan dengan munculnya permasalahan baru, seperti terjadi konflik.
"Potensi konflik karena banyaknya para pendatang terutama Aparatur Sipil Negara (ASN) itu kan kita juga harus bawa ke sana kan," ungkap Eko dalam diskusi bertajuk 'Persoalan Ekonomi Sosial dan Pemerintahan Ibu Kota Baru' di ITS Tower, Pasar Minggu, Jakarta Selatan pada Jumat (23/8/2019).
Dengan wacana pemindahan pusat pemerintahan ke daerah yang baru, otomatis akan menggiring serta para ASN yang bekerja di kantor-kantor kementerian atau lembaga. Bukan hanya ASN yang pindah, tetapi juga anggota keluarganya.
Baca Juga: Ibu Kota Baru Berpotensi Diguncang Gempa, Ada Jalur Sesar Aktif di Kaltim
Dengan memboyong ratusan ribu ASN beserta keluarganya, otomatis gaya hidup mereka pun akan terasa baru di daerah yang dipilih sebagai ibu kota yang baru. Selain itu, faktor lain yang mendukung timbulnya konflik ialah para pebisnis yang turut serta ikut pada pindah ke ibu kota baru.
Oleh karena itu, Eko menilai kalau pemerintah mesti mengkaji lebih dalam untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke daerah baru.
"Kita tahu bahwa ini akan memindahkan masyarakat di sekitar, karena pembebasan lahan ini juga membutuhkan penanganan sosial tertentu. Jangan sampai nanti justru orisinalitas dan local wisdom yang ada di sana tergerus oleh pertumbuhan-pertumbuhan yang masuk ke sana," katanya.