Suara.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai wacana untuk kembali menghidupkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) melalui amandemen UUD 1945 bertentangan dengan pemilihan langsung presiden dan wakil presiden yang selama ini sudah dijalankan negara. Kalau GBHN itu dihidupkan kembali, maka calon presiden dan wakil presiden nantinya tidak akan bisa melakukan kampanye.
JK mengatakan bahwa menghidupkan GBHN kembali memiliki efek khususnya untuk pemilihan presiden dan wakil presiden. Sebagaimana diketahui, dalam GBHN menempatkan MPR sebagai lembaga tertinggi dan juga berwenang untuk memilih presiden/wakil presiden.
"Kalau GBHN itu dimunculkan kembali maka efeknya adalah pemilihan presiden itu tidak bisa lagi berkampanye menyampaikan visi masing-masing," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2019).
Karena itu JK menilai kalau GBHN hadir, malah nantinya akan bertabrakan dengan sistem presidensial yang telah dijalankan selama ini. Dalam artian, rakyat nantinya tidak bisa memilih presiden/wakil presiden karena semuanya kembali kepada wewenang MPR.
Baca Juga: JK: Datangkan Dulu Dekan Asing, Baru Rektor
JK juga melihat akan ada akibat langsung yang dirasakan ketika GBHN diusulkan untuk hidup kembali. Pasalnya, selama ini ketika GBHN dihapuskan maka presiden dan wakil presiden terpilih memiliki Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
RPJMN yang dikerjakan saat ini ialah periode 2005-2025 dengan periodesasi perencanaan pembangunan per lima tahun. Kalau memilih GBHN, maka RPJMN mesti dihilangkan.
"Kalau pilih GBHN, tidak ada RPJMN, kalau mau RPJMN maka pemilihan langsung, jadi implikasinya di situ nanti," katanya.