Setara Institute: Hari Kemanusiaan Ternodai Dehumanisasi Masyarakat Papua

Senin, 19 Agustus 2019 | 22:52 WIB
Setara Institute: Hari Kemanusiaan Ternodai Dehumanisasi Masyarakat Papua
Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani [suara.com/Dian Rosmala]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hari Kemanusiaan Internasional yang diperingati setiap 19 Agustus, ternodai dengan perilaku atau proses yang merendahkan seseorang atau disebut dehumanisasi terhadap Warga Papua.

Hal tersebut dinyatakan oleh Direktur Eksekutif SETARA Institute, Ismail Hasani. Menurutnya Aksi protes yang menjalar di Manokwari, Papua Barat dan di Jayapura, Papua, yang terjadi hari ini (19/8/2019) adalah kebebasan berekspresi dan perlawanan terhadap dehumanisasi masyarakat Papua yang berkepanjangan.

Meskipun aksi pembakaran sejumlah gedung tidak dapat dibenarkan, tetapi aksi tersebut dianggap Ismail menggambarkan tentang bagaimana politik rasial yang dipelihara negara.

Sejumlah mahasiswa Papua yang berencana melakukan aksi unjuk rasa di Malang menghadapi penghadangan, tindak kekerasan, dan pemaksaan oleh masyarakat, aparat, maupun pemerintah Kota Malang. Intimidasi kembali terjadi di Surabaya dengan penyerbuan asrama Papua oleh aparat kepolisian, TNI, Pol PP, dan ormas (16/8/2019).

Baca Juga: Jaringan Masyarakat Sipil Kecam Tindakan Polisi di Asrama Mahasiswa Papua

"SETARA Institute mengecam tindakan kekerasan terhadap warga negara yang menyampaikan aspirasi dan ekspresi politik," ujar Ismail melalui keterangan tertulis, Senin (19/8/2019).

Ismail menyatakan Setara Institute menentang dehumanisasi terhadap masyarakat Papua yang hadir akibat pelanggengan rasialisme dan stigmatisasi. Pengakuan atas hak yang melekat pada mereka sebagai manusia berada di titik rawan dan rapuh.

Hal ini ditunjukkan dengan frekuensi insiden kekerasan terhadap masyarakat Papua yang tinggi sehingga melanggar kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat, hak atas rasa aman, dan hak berpindah.

Pelanggaran HAM dan kebebasan masyarakat Papua menjadi catatan buruk berkelanjutan karena kegagalan negara mencari solusi berkeadilan di Papua.

Karena itu, ia mendesak Kapolri, Jenderal Tito Karnavian menindak tegas aparat yang bersikap represif terhadap mahasiswa Papua. Selain itu ia meminta kebijakan ketidakberulangan (guarantees of non-repetition).

Baca Juga: Kerusuhan Papua Berpotensi Ancam Investasi di Indonesia

Tito juga diminta untuk memastikan dampak lain dari dehumanisasi di berbagai daerah tidak menjadi pemicu kekerasan terhadap masyarakat Papua. Kepolisian juga didesak untuk memulihkan segera kondisi Papua pasca-aksi massa.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI