Suara.com - Berbagai lembaga yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Sipil mengecam tindakan kepolisian kepada mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur. Aparat kepolisian dianggap sewenang-wenang dalam melakukan penangkapan Papua pada 17 Agustus lalu.
Jaringan Masyarakat Sipil juga menyebut kepolisian gagal memberikan pengamanan kepada mahasiswa Papua yang terdesak di Asrama sejak 16 Agustus. Ujaran kebencian dari kelompok organisasi masyarakat terhadap mahasiswa-mahasiswa tersebut juga dibiarkan menyebar.
"Hal ini dianggap melanggar UU 40 tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis serta Surat Edaran Kapolri Nomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian," seperti yang tertulis dalam rilis Jaringan Masyarakat Sipil pada Senin (19/8/2019).
Karena itu, kepolisian didesak untuk mengusut pelaku tindakan vandalisme dan ujaran kebencian yang terjadi sejak 16 Agustus hingga 17 Agustus kemarin. Tindakan tersebut dirasa penting agar tindakan serupa tidak terjadi lagi.
Jaringan Masyarakat Sipil menyesalkan tindakan kepolisian juga dianggap berlebih-lebihan dalam menangani kasus ini. Lantaran, kepolisian memaksa masuk ke dalam asrama dengan tindakan-tindakan yang tidak manusiawi.
Hal ini berpotensi mengarah pada praktik penyiksaan yang bertentangan dengan prinsip Konvensi Anti Penyiksaan. Aparat di lapangan tidak mengindahkan prosedur penegakan hukum yang sesuai dengan KUHAP, termasuk tindakan penangkapan terhadap mahasiswa yang ada di asrama.
Jaringan ini juga mendesak Komnas HAM untuk melakukan investigasi atas dugaan pelanggaran HAM di bawah skema UU 40/2008 Tentang Ras dan Etnis melalui prosedur projusticia.
Selain itu, Jaringan Masyarakat Sipil juga mempertanyakan keterlibatan TNI dalam aksi tersebut yang nota bene bertentangan dengan prinsip penegakan hukum dan UU TNI itu sendiri. Mabes TNI harus bersikap tegas atas kejadian ini dan memproses oknum TNI yang terlibat dalam aksi pengepungan.
Komnas HAM diminta terlibat karena kejadian sudah dianggap bertentangan dengan kebebasan dan hak atas rasa aman warga negara. Unjuk rasa merupakan tindakan yang sah menurut hukum, namun tindakan tersebut tidak boleh dilakukan dengan kekerasan, provokasi kekerasan, dan ujaran kebencian.
Baca Juga: Pasca Pengepungan Wisma Mahasiswa Papua, Penghuni: Kami Butuh Tenang Dulu
Karena itu, Jaringan Masyarakat Sipil yang beranggotakan ELSAM, HuMa, Human Right Working Group (HRWG), ICJR, IMPARSIAL, Indonesian Court Monitoring (ICM), INFID, LBH Masyarakat (LBHM), LBH Pers, PBHI, PUSAKA, SKPKC Fransiscan Papua, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Yayasan Perlindungan Insani, dan Yayasan Paritas mendesak:
1. Kepolisian melakukan investigasi atas peristiwa pengepungan, penangkapan, dan penahanan mahasiswa Papua di Surabaya yang terjadi pada 16 dan 17 Agustus 2019. Polisi harus tegas menindak pelaku, termasuk Ormas, yang terindikasi melakukan kekerasan dan main hakim sendiri.
2. Kepolisian dan Kompolnas harus melakukan investigasi terhadap aparat yang terlibat dalam tindakan kesewenang-wenangan di Asrama Mahasiswa Papua pada saat penangkapan dan penahanan, serta memberikan sanksi tegas kepada aparat yang terbukti melakukan pelanggaran prosedur yang tidak sesuai dengan KUHAP.
3. Mabes TNI melakukan evaluasi internal atas kemungkinan keterlibatan prajurit TNI dalam pengepungan asrama Mahasiswa Papua di Surabaya karena bertentangan dengan proses penegakan hukum dan kewenangan TNI sebagaimana diatur dalam Uu Nomor 34/2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia.
4. Komnas HAM harus melakukan investigasi atas pelanggaran Uu Nomor 402/008 yang terjadi pada saat pengepungan mahasiswa Papua di Surabaya dan daerah lainnya. Karena rangkaian peristiwa ini terindikasi sebagai bagian dari perbuatan rasisme yang dilarang secara hukum, termasuk ujaran kebencian berdasarkan ras dan etnis.
5. Pemerintah Daerah Papua segera mengambil tindakan dialog untuk meredam aksi protes yang terjadi di Papua saat ini.
6. Aparat Kepolisian harus menahan diri untuk tidak menggunakan pendekatan represif yang berlebihan atas situasi yang saat ini terjadi di Papua.
7. TNI harus tetap memandang ini sebagai protes sipil yang tidak perlu disikapi dengan pendekatan yang militeristik dengan pasukan pertahanan sebagaimana ditegaskan di dalam Uu TNI.
8. Lembaga-lembaga negara, seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, dan Kompolnas harus melakukan pemantauan dan pengawasan atas situasi yang saat ini berkecamuk di Papua. Lembaga-lembaga negara ini harus memastikan tidak terjadinya pelanggaran HAM kepada para demonstran di Papua.