Suara.com - Ketua Umum Suluh Kebangsaan Mahfud MD menilai, seruan Indonesia bersyariah yang tengah marak adalah bentuk keinginan yang berlebihan. Ia menyamakan sebutan itu layaknya pedagang ikan memasang plang ikan di pasar ikan.
Mahfud menerangkan, konsep Indonesia bersyariah dapat menimbulkan emosi yang salah dari segelintir orang. Menurutnya Indonesia tidak perlu dikonsepkan sebagai negara yang bersyariah.
"Karena kalau anda menyebut Indonesia bersyariah itu sama dengan memasang plang 'kami menjual ikan' padahal sudah di dalam pasar ikan," kata Mahfud di Hotel JS Luwansa, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (16/8/2019).
"Pasti yang dijual ikan sudah ditulis bahwa anda penjual ikan ini pasar ikan. Itu berlebihan," sambungnya.
Baca Juga: Mahfud MD: Banyak Penganut Islam Radikal Kabur Bawa Uang ke Indonesia
Mahfud memberikan contoh bagaimana sebuah negara yang mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Islam berjalan. Mahfud menjelaskan bahwa negara yang 'islami' itu justru menerapkan nilai-nilai keIslaman.
Artinya, negara tersebut bisa menjalani nilai-nilai kebaikan, menjunjung tinggi toleransi, tidak semena-mena dalam menjalankan kehidupan, ataupun tidak melakukan korupsi.
Kemudian, negara yang dijalankan secara nilai-nilai Islam adalah yang tidak melanggar hukum serta tidak merusak lingkungan. Karenanya ia menganggap seruan menegakan Indonesia bersyariah itu malah berlebihan.
Menurutnya, Indonesia tidak perlu ditambah dengan embel-embel syariah karena pada kenyataannya sudah menerapkan syariah pada kehidupan sehari-hari.
"Karena di Indonesia ini tanpa dikatakan pun sudah bersyariah. Bersyariah dalam arti mengikuti ajaran islam yang tulus toleran, bersahabat, melindungi HAM, menegakan hukum, memilih peminpin yang adil, itulah bersyariah namanya," tuturnya.
Baca Juga: Mahfud MD: Amandemen UUD 1945 Tak Masalah, Asal Terbatas
Untuk diketahui, Ijtima Ulama dan Tokoh ke-IV yang digelar di Hotel Lorin Sentul, Bogor, Jawa Barat, Senin (5/8/2019), menghasilkan delapan putusan.
Delapan putusan tersebut dibacakan langsung oleh Penanggung Jawab Ijtima Ulama dan Tokoh ke-IV, Yusuf Muhammad Martak.
Putusan Ijtima Ulama dan Tokoh Nasional ke-IV, menimbang dan seterusnya, mengingat berpedoman pada ayat-ayat suci Al-Qur'an, Anisa 58, Anisa 135, Al-Maidah 8, Al-Maidah 42 Al-Hud 113, Ibrahim 42, An-Nahl 90, Asy-Syura 227, Al-Hujarat 9, serta hadis-hadis Nabi beberapa jadi konsideran memutuskan rekomendasi Ijtima Ulama dan Tokoh ke-IV.
Salah satu yang dibacakan Yusuf ialah bahwa ulama yang terlibat pada Ijtimak Ulama IV sepakat dengan penerapan syariah.
"Ijtima Ulama bahwa sesungguhnya semua ulama ahlussunah Ahlus-sunnah wal Jama'ah telah sepakat penerapan Syari'ah dan penegakan Khilafah serta Amar Maruf Nahi Munkar adalah kewajiban agama Islam," kata Yusuf.