Suara.com - Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) memandang adanya wacana untuk kembali menghidupkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) hanyalah sebuah ambisi dari aktor-aktor partai politik yang sedang memperebutkan kekuasaan. Hal itu disampaikan, sebab tidak ada representasi keinginan publik di balik wacana itu.
Direktur Advokasi dan Jaringan PSHK Fajri Nursyamsi menuturkan, wacana untuk menghidupkan GBHN kembali itu bukan mengakar kepada kebutuhan riil masyarakat saat ini. Karena itu, pihaknya justru melihat ada kepentingan elitis di balik lahirnya wacana tersebut.
"Dinamika melahirkan kembali GBHN melalui amendemen UUD 1945 yang saat ini terjadi bersifat elitis, yaitu hanya melibatkan kepentingan aktor-aktor partai politik yang agendanya memang saling berebut kekuasaan," kata Fajri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (14/8/2019).
Menurutnya sama sekali tidak ada unsur 'berangkat dari masyarakat' dalam pewacanaan itu. Bahkan argumentasi untuk menolak GBHN itu hidup kembali pun dikesampingkan.
Baca Juga: Wacana Menghidupkan GBHN Dianggap Melawan Komitmen Pembangunan Sekarang
"Proses yang berjalan sampai mewacanakan amendemen UUD 1945 tidak berakar dari permasalahan riil dalam masyarakat," ujarnya.
Dengan demikian, PHSK menegaskan untuk menolak adanya wacana untuk menghidupkan GBHN kembali. Banyaknya penolakan tersebut diharapkan PHSK dapat didengarkan oleh elite-elite politik yang mendukung ataupun yang belum bersikap atas adanya wacana itu.
"Elite politik bukanlah representasi publik sehingga kelompok-kelompok masyarakat sipil, akademisi, serta publik secara luas perlu mengedepankan pertimbangan rasional dalam menyikapi gagasan menghidupkan kembali GBHN melalui amandemen konstitusi tersebut," jelasnya.