Suara.com - Mata seorang wanita muda di Hong Kong dilaporkan tertembak polisi, Minggu (11/8/2019) malam, saat unjuk rasa.
Foto-fotonya pun sudah menjamur di media sosial. Pada foto itu terlihat, seorang wanita terbaring di trotoar dengan wajah berlumuran darah.
Sementara foto lainnya menunjukkan, peluru beanbag menyangkut di kacamata pelindung, yang disebut-sebut ditemukan di sebelah korban.
Dikutip SUARA.com dari Straits Times, wanita yang tidak disebutkan namanya itu merupakan salah satu dari ribuan pengunjuk rasa yang memenuhi jalan-jalan Tsim Sha Tsui pada Minggu malam.
Baca Juga: Kemenlu Terbitkan Imbauan WNI Tunda Bepergian ke Hong Kong
Namun, ada beberapa laporan yang mengatakan bahwa dia adalah seorang pekerja medis.
Diduga, peluru beanbag yang ditembakkan polisi telah mengenai matanya hingga terluka parah.
Ia pun segera mendapat perawatan darurat di lokasi kejadian, lalu menjalani operasi di Rumah Sakit Queen Elizabeth di Yau Ma Tei pada Senin (12/8/2019) dini hari.
Surat kabar berbahasa China Ming Pao, mengutip sumber-sumber dari rumah sakit, melaporkan, bola mata kanan korban pecah, dan kelopak mata kanan serta rahang atasnya juga rusak.
"Saya dapat mengonfirmasi bahwa lukanya benar-benar serius," tulis South China Morning Post, mengutip seorang dokter di rumah sakit itu.
Baca Juga: Bandara Hong Kong Kembali Beroperasi, 200 Penerbangan Masih Dibatalkan
Perseteruan yang kian brutal antara warga Hong Kong dan aparat keamanan ini dibenarkan oleh salah satu koordinator lapangan (korlap) aksi unjuk rasa itu.
Namun, menurut keterangannya pada SUARA.com, polisi Hong Kong dan pemerintah China membantah adanya insiden tersebut.
"Itu baru saja terjadi Minggu kemarin, dan polisi membantahnya, begitu juga pemerintah China. Malah mereka menggunakan berita palsu untuk mencuci otak orang-orang di daratan China," kata wanita yang meminta diidentifikasi sebagai 'Karenina' itu.
Ia mengatakan, Hong Kong kini sudah jauh berbeda, tak lagi demokratis seperti dulu.
"Siswa dan warga biasa di sini sebenarnya masih hidup aman dan damai dengan adanya aksi protes, hanya saja polisi dan pemerintah yang gila-gilaan. Mereka mengacaukan segalanya dan menuntut orang-orang yang melanggar aturan," ungkap Karenina.
"Sangat sedih dan kecewa dengan pemerintah di sini. Saat ini mereka bisanya cuma menyembah-nyembah China," imbuhnya.
Diberitakan The Guardian sebelumnya, aksi unjuk rasa menolak RUU ekstradisi telah dimulai sejak awal Juni.
Para demonstran menyerukan protes terhadap rencana pemerintah Hong Kong untuk memberlakukan undang-undang yang akan mengizinkan ekstradisi, atau penyerahan pelaku kejahatan, ke China.
Mereka khawatir terhadap sistem pengadilan China, di mana perlindungan hukumnya tidak dapat dijamin dan kerap dipolitisasi.
Selain itu, mereka juga menuntut polisi membatalkan semua tuduhan terhadap pengunjuk rasa, juga memaksa Carrie Lam mundur, lalu diadakan pemungutan suara untuk memilih pemerintah baru.