Suara.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku, dorongan dari pihak luar saat ini, supaya dirinya ikut bertarung di pilpres mendatang, bukanlah kali pertama baginya.
Menurut pengakuan Anies Baswedan di Indonesia Lawyers Club (ILC) tvOne, Selasa (13/8/2019), bahkan sebelum menjadi gubernur, ia sudah kerap mendapat pertanyaan soal partisipasi di pilpres.
Hal yang sama pun juga terjadi menjelang Pilpres 2019. Namun, berbeda dari eks wakilnya, Sandiaga Uno, yang sempat mencalonkan diri sebagai wapres, Anies Baswedan menolak permintaan itu.
"Tahun lalu, saya ditarik-tarik untuk ikut pilpres, dan saya katakan, 'Tidak. Saya akan konsisten laksanakan janji saya,'" ujar Anies Baswedan, dikutip SUARA.com dari tayangan bertema "Anies di Pusaran Bully" itu.
Baca Juga: PNS DKI Upacara HUT RI di Pulau Reklamasi, PSI: Anies Munafik
Anies Baswedan juga menjawab berbagai kritik soal janji-janjinya di Pilkada 2017.
Ia meminta warga yang menagihnya supaya membaca terlebih dahulu 23 janji tertulis dari Anies-Sandi, sebelum menilai kinerjanya.
"Janji itu tertulis. Janji itu bukan imajinasi. Janji itu ada. Kami memilki 23 janji. Karena itu 23 janji itu mohon dibaca. Jangan membuat imanjinasi, lalu mengatakan, 'Ini janjinya Anies-Sandi.' Jangan," kata sang Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia di Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
Meski saat ini sedang memimpin DKI Jakarta seorang diri, Anies Baswedan mengatakan, tetap akan berupaya memenuhi janji-janji yang ia buat bersama Sandiaga Uno saat pilkada.
"Kami insyaAllah nanti akan laksanakan semua janji itu. Saya menggunakan istilah 'kami' karena ketika mengerjakan ini berdua, Bang (Karni Ilyas, presenter -red). Sekarang saya lagi main single, Bang. Belum ada pasangan lagi, Bang," guraunya.
Baca Juga: Atlet Renang DKI Tak Bisa Pulang dari Hong Kong, Anies: Mereka Sehat
Anies Baswedan pun mengingatkan kembali visinya saat mencalonkan diri sebagai gubernur dua tahun lalu.
"Kita ingin membangun kota yang maju, yang lestari, yang warganya berbudaya, yang warganya terlibat membangun keberadaban, itu jelas. Yang membangun keadilan, kesejahteraan. Itu eksplisit lima tahun yang mau dibangun ke sana," ucap Anies Baswedan.
Maka dari itu, katanya, hasil kerjanya tak melulu berbentuk konkret, melainkan juga ada yang abstrak atau tak berwujud.
"Perilaku, karakter, itu tidak bisa difoto, tapi akan muncul di masyarakat. Karena itu, ketika kita menyusun, sudah jelas visinya," ungkap Anies Baswedan.
"Saya saat ini tidak dalam posisi untuk menjawab kata-kata dengan kata-kata. Tugas saya sekarang adalah menjawab setiap kata-kata dengan karya-karya. Itu tugas saya," imbuhnya, disambung tepuk tangan penonton.
Politikus 50 tahun itu lantas menguraikan tiga fase pendekatannya dalam menata Jakarta.
"Saya tidak mau hanya kerja, tapi nomor satu ada gagasan. Yang kedua, ada narasi. Baru setelah ada gagasan, ada narasi, baru ada karya. Bahaya betul kalau ada karya, karya, karya, tanpa narasi, tanpa gagasan," jelas Anies Baswedan.
Contoh yang ia berikan yakni kinerja dalam aspek tranportasi. Sebagai gagasan, Anies Baswedan menentukan terlebih dahulu alat tranportasi yang dimiliki oleh hampir setiap orang.
"Mayoritas akan menjawab sepeda motor. Bukan. Alat transportasi yang dimiliki semua orang adalah kaki. Karena itu, yang harus dibangun dibangun pertama adalah untuk kaki (trotoar -red). Ini gagasan," ujar Anies Baswedan.
Untuk itu, ia mengutamakan fasilitas tranportasi bagi pejalan kaki, lalu untuk kendaraan bebas emisi, kendaraan umum, dan yang terakhir kendaraan pribadi.