HRWG Minta Jokowi Tak Sahkan Perppres Koopsus TNI

Senin, 12 Agustus 2019 | 19:08 WIB
HRWG Minta Jokowi Tak Sahkan Perppres Koopsus TNI
Presiden Jokowi. (@jokowi/instagram)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Human Rights Working Group meminta Presiden Jokowi untuk tidak mengesahkan Rancangan Peraturan Presiden (Perppres) tentang pembentukan Komando Operasi Khusus (Koopsus) TNI untuk mengatasi aksi terorisme.

Direktur Eksekutif HRWG Muhammad Hafiz mengatakan, lembaganya mendukung upaya pemerintah untuk mencegah penyebaran paham serta aksi radikal maupun terorisme.

Namun, menurutnya solusi untuk mengatasi penyebaran radikalisme di Indonesia bukan turut menyertakan TNI.

"Namun, untuk melibatkan TNI dalam penanganan terorisme justru bukan solusi yang saat ini dibutuhkan," kata Hafiz dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (12/8/2019).

Baca Juga: Mengintip Kecanggihan Pasukan Elit Khusus TNI Baru Koopsus Berantas Teroris

Berangkat dari penelitian dan jajak pendapat, permasalahan terorisme saat ini justru harus diselesaikan dari hulunya.

Hafiz mengungkapkan, seharusnya ruang gerak tumbuhnya paham-paham ekstrimisme dan radikalisme di tengah masyarakat yang harus diperhatikan.

Apalagi menurutnya, paham-paham ekstremisme dan radikalisme serta terorisme telah menyebar ke dalam institusi milik negara.

Sebut saja BUMN, BUMD, Aparatur Sipil Negara (ASN), bahkan TNI. Hal tersebut sempat diungkapkan oleh Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu beberapa waktu lalu.

"Yang lebih mengejutkan lagi, Menteri Pertahanan sendiri mensinyalir 3 persen anggota TNI terpapar paham radikal," ucapnya.

Baca Juga: Panglima TNI Resmikan Koopsus, Brigjen Rochadi Menjabat Sebagai Komandan

Kemudian Badan Intelejen Negara (BIN) menyebut ada 41 dari 100 masjid milik kementerian dan lembaga dan BUMN sudah terpapar paham radikal.

Selain itu 39 persen mahasiswa di kampus bernama besar di 15 provinsi memiliki ketertarikan paham radikalisme dan setidaknya 7,7 persen orang Indonesia ingin melakukan radikal menurut survei BNPT.

Dengan demikian, menurutnya, TNI saat ini belum dibutuhkan oleh negara untuk mencegah penyebaran paham-paham radikalisme dan terorisme serta pendekatan kultural.

Pasalnya, selama ini pemerintah sudah berupaya menjalankan hal tersebut melalui kementerian, BNPT dan institusi pemerintah lainnya serta kepolisian yang mengambil andil di bidang penegakan hukumnya.

Lebih lanjut Hafiz memberikan masukan apabila TNI lebih baik fokus untuk memberantas paham ekstremisme dan radikal di kalangan prajurit TNI.

"Satu-satunya yang penting untuk dilakukan oleh TNI saat ini adalah memberantas paham-paham ekstremisme dan radikal di kalangan prajurit TNI yang itu dilakukan cukup melalui peraturan dan prosedur internal TNI, tidak dengan Peraturan Presiden."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI