Suara.com - Human Rights Working Group meminta Presiden Jokowi untuk tidak mengesahkan Rancangan Peraturan Presiden (Perppres) tentang pembentukan Komando Operasi Khusus (Koopsus) TNI untuk mengatasi aksi terorisme.
Direktur Eksekutif HRWG Muhammad Hafiz mengatakan, lembaganya mendukung upaya pemerintah untuk mencegah penyebaran paham serta aksi radikal maupun terorisme.
Namun, menurutnya solusi untuk mengatasi penyebaran radikalisme di Indonesia bukan turut menyertakan TNI.
"Namun, untuk melibatkan TNI dalam penanganan terorisme justru bukan solusi yang saat ini dibutuhkan," kata Hafiz dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (12/8/2019).
Baca Juga: Mengintip Kecanggihan Pasukan Elit Khusus TNI Baru Koopsus Berantas Teroris
Berangkat dari penelitian dan jajak pendapat, permasalahan terorisme saat ini justru harus diselesaikan dari hulunya.
Hafiz mengungkapkan, seharusnya ruang gerak tumbuhnya paham-paham ekstrimisme dan radikalisme di tengah masyarakat yang harus diperhatikan.
Apalagi menurutnya, paham-paham ekstremisme dan radikalisme serta terorisme telah menyebar ke dalam institusi milik negara.
Sebut saja BUMN, BUMD, Aparatur Sipil Negara (ASN), bahkan TNI. Hal tersebut sempat diungkapkan oleh Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu beberapa waktu lalu.
"Yang lebih mengejutkan lagi, Menteri Pertahanan sendiri mensinyalir 3 persen anggota TNI terpapar paham radikal," ucapnya.
Baca Juga: Panglima TNI Resmikan Koopsus, Brigjen Rochadi Menjabat Sebagai Komandan
Kemudian Badan Intelejen Negara (BIN) menyebut ada 41 dari 100 masjid milik kementerian dan lembaga dan BUMN sudah terpapar paham radikal.