Suara.com - Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan 6 tersangka dalam kasus suap terkait pengurusan izin impor bawang putih tahun 2019.
Ketua KPK Agus Rahardjo menyebut penetapan enam orang tersangka dilakukan setelah tim penindakan KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta dengan menangkap 13 orang pada Rabu hingga Kamis (8/8/2019) dini hari.
Untuk tiga orang tersangka yakni sebagai penerima suap, I Nyoman Dhamantra (INY) selaku Anggota DPR 2014 - 2019 dari fraksi PDI Perjuangan, Mirawati Basri (MBS) orang kepercayaan I Nyoman, dan Elviyanto (ELV) pihak swasta.
Kemudian, sebagai pihak pemberi suap adalah Chandry Suanda (CSU) pihak swasta, Doddy Wahyudi (DDW) pihak swasta, dan Zulfikar (ZFK) selaku pihak swasta.
Baca Juga: Suap Impor Bawang Putih, KPK Tangkap Politisi PDIP Nyoman Dhamantra
Agus pun menjelaskan konstruksi perkara tersangka Chandry Suanda selaku pemilik PT. Cahaya Sakti Agro yang bergerak di bidang pertanian diduga memiliki kepentingan dalam mendapatkan kuota impor bawang putih dalam perkara ini.
"Afung dan Doddy diduga bekerjasama untuk mengurus izin impor bawang putih untuk tahun 2019," kata Agus di Gedung KPK Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (8/8/2019).
Di mana Dody yang juga merupakan pihak swasta, telah menawarkan bantuan dan menyampaikan memiliki 'jalur lain' untuk mengurus Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kementrian Pertanian dan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementrian Perdagangan.
Kemudian, karena proses pengurusan yang tidak kunjung selesai, Doddy berusaha mencari kenalan yang bisa menghubungkannya dengan pihak yang dapat membantu pengurusan RIPH dan SPI tersebut
"Doddy lalu berkenalan dengan Zulfikar yang memiliki kolega-kolega yang dianggap berpengaruh untuk pengurusan izin," ucap Agus
Baca Juga: 11 Orang Ditangkap KPK di Jakarta, Terkait Impor Bawang Putih
Perkenalan tersebut, karena Zulfikar memiliki koneksi dengan Mirawati dan Elviyanto, pihak swasta yang diketahui dekat dengan I Nyoman.
Selanjutnya, Dody, Zulfikar, Mirawati dan I Nyoman melakukan serangkaian pertemuan dalam rangka pembahasan pengurusan perizinan impor bawang putih dan kesepakatan fee.
Ketika itu, terjadilah sejumlah pertemuan tersebut muncul permintaan fee dari I Nyoman melalui Mirawati.
"Angka yang disepakati pada awalnya adalah Rp 3,6 miliar dan komitmen fee Rp 1.700 sampai Rp 1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor," ujar
Komitmen fee tersebut akan digunakan untuk mengurus perizinan kuota impor 20 ribu ton bawang putih untuk beberapa perusahaan, termasuk perusahaan yang dimiliki oleh Chandra.
Namun perusahaan-perusahaan yang membeli kuota dari Chandra belum memberikan pembayaran. Dan Chandra yang tidak memiliki uang untuk membayar komitmen fee tersebut kemudian meminta bantuan Zulfikar untuk memberi pinjaman.
Dijanjikan Zulfikar akan mendapatkan bunga dari pinjaman yang diberikan, yaitu Rp 100 juta per bulan, dan nanti jika impor terealisasi, Zulfikar akan mendapatkan bagian Rp 50 untuk setiap kilogram bawang putih.
Sehingga, dari pinjaman Rp 3,6 miliar, telah direalisasi sebesar Rp 2,1 miliar. Setelah menyepakati metode penyerahan, pada tanggal 7 Agustus 2019 sekitar pukul 14.00 WIB, Zulfikar mentransfer Rp 2,1 miliar ke Doddy.
"Kemudian Doddy mentransfer Rp 2 miliar ke rekening kasir money changer milik I Nyoman. Uang sejumlah Rp 2 miliar tersebut direncanakan untuk digunakan mengurus SPI," ucap Agus
Sementara, kata Agus, uang Rp 100 juta masih berada di rekening Doddy dan akan digunakan untuk operasional pengurusan izin. Saat ini semua rekening dalam kondisi diblokir oleh KPK.
"Diduga uang Rp 2 miliar yang ditransfer melalui rekening adalah uang untuk mengunci kuota impor yang diurus. Dalam kasus ini teridentifikasi istilah lock kuota," kata Agus.
Sebagai pihak ,INY, MBS, dan ELV disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan, sebagai pihak yang diduga pemberi, CSU, DDW, dan ZFK disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.