Suara.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan pengarahan dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan atau Karhutla 2019, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (6/8/2019).
Dalam sambutannya, Jokowi menceritakan dirinya malu saat ingin melakukan kunjungan kerja ke Malaysia dan Singapura. Di mana dirinya dijadwalkan akan melakukan kunjungan pada pekan ini.
Sebab kata Jokowi, kabut asap akibat karhutla yang bersumber di wilayah Indonesia kembali masuk ke wilayah kedua negara tetangga itu.
"Saya kadang-kadang malu. Minggu ini saya mau ke Malaysia dan Singapura. Tapi, saya tahu minggu kemarin sudah jadi headline, jadi HL (headline), jerebu masuk lagi ke negara tetangga kita. Saya cek jerebu ini apa, ternyata asap," ujar Jokowi dalam sambutannya.
Baca Juga: Wahli: Bukan Tugas TNI-Polri, Korporasi yang Harus Padamkan Karhutla
Menurut Jokowi, Singapura dan Malaysia senang sudah tidak ada asap selama empat tahun. Namun kembali muncul di tahun ini.
"Hati-hati, malu kita kalau nggak bisa menyelesaikan ini. Mereka udah seneng empat tahun nggak pernah ada jerebu, tahun ini meskipun tidak dalam skala yang seperti 2015 tetapi mulai ada lagi," kata Jokowi.
Karena itu, Jokowi mengingatkan para peserta Rakornas untuk menuntaskan permasalahan kebakaran hutan dan lahan.
"Sehingga bapak ibu dan saudara saudari semuanya saya kumpulkan untuk mengingatkan lagi pentingnya mengatasi kebakaran hutan dan kebakaran lahan," ucap Jokowi.
Tak hanya itu, Jokowi menyebut kebakaran hutan dan lahan pada 2015 telah membakar lahan seluas sekitar 2,6 juta hektare dan membuat kerugian mencapai Rp 221 triliun.
Baca Juga: Pemerintah Sebut Titik Panas Karhutla Kini Meningkat 70 Persen Lebih
"Kita ingat 2015 dan tahun-tahun sebelumnya, kebakaran hutan dan lahan selalu terjadi hampir di semua provinsi. Saya ingat kerugian saat itu mencapai Rp 221 triliun dengan lahan yang terbakar, kurang lebih, seingat saya 2,6 juta hektare," kata Jokowi.
Ia pun berharap peristiwa kebakaran hutan dan lahan tidak terjadi lagi.
"Oleh sebab itu, peristiwa itu jangan sampai terjadi lagi. Dibandingkan 2015, tahun ini memang turun 81 persen kalau dibandingkan dengan 2015. Tetapi, kalau dibandingkan dengan 2018, tahun ini naik lagi. Ini yang tidak boleh. Harusnya tiap tahun turun, turun, turun terus. Menghilangkan total memang sulit, tetapi harus tekan turun," tandasnya.