Suara.com - Mahasiswa Universitas Palangka Raya (UPR) Kalimantan Tengah melaporkan adanya dugaan pungutan liar yang dilakukan dosen fakultas hukum kampus tersebut berinisial AS.
Dari laporan itu, disebutkan pungutan liar yang dilakukan dosen AS dikabarkan mencapai jutaan Rupiah.
Hal tersebut dibenarkan Dekan Fakultas Hukum UPR Jhon Terson. Dikemukakan John, dugaan pungli terhadap mahasiswa oleh dosen tersebut sudah disampaikan sekitar 26 Juni 2019 silam, namun berupa lisan dan langsung membahasnya dengan Ketua Jurusan serta Wakil Dekan Fakultas Hukum.
"Setelah dibahas, diputuskanlah dugaan pungli itu masuk kategori berat di Kode Etik FH UPR. Karena masuk kategori berat, maka mahasiswa yang melaporkan itu diminta membuat laporan tertulis. Setelah itu, dibentuk tim investigasi," kata Jhon Terson saat konfrensi pers di gedung Rektorat UPR Palangka Raya seperti dilansir Antara, Jumat (2/8/2019).
Baca Juga: Polisi Tak Bisa Pungli dan Cari Kesalahan Pengemudi dengan Adanya e-TLE
Tim investigasi yang bertugas menindaklanjuti laporan tersebut melibatkan mantan Sekda Kalteng Siun Jarias, mantan Dekan FH UPR sekaligus mantan Pembantu Rektor UPR Lewie A Rahu, dan Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan UPR Suriansyah Murhaini.
Jhon mengatakan pelibatan ketiga orang itu untuk mencegah adanya pengaruh emosional terhadap investigasi, telah berpengalaman dalam hal kepegawaian. Sebab, permasalahan tersebut berkaitan langsung dengan masa depan seseorang dan bentuk keputusan yang akan diterbitkan rawan digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Tim investigasi itu pada tanggal 24 Juli 2019 menerbitkan, dan pada 25 Juli 2019 sampai kepada saya, selaku Dekan FH UPR. Setelah saya baca, rekomendasi yang diberikan tim investigasi itu ternyata pelanggarannya masuk kategori sedang seperti tertera di Kode Etik FH UPR," kata Jhon.
Pada 30 Juli 2019 Dekan FH UPR itu pun menyurati wakil dekan terkait penerapan pasal pemberian sanksi terhadap oknum dosen berinisial AS tersebut. Namun, setelah dilakukan diskusi pada tanggal 31 Juli, ternyata penerapan pasal dalam surat yang dikirim ke wakil dekan dianggap kurang tepat. Maka dilakukan lagi perbaikan agar tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari.
"Apabila keputusan tersebut salah dan digugat serta kalah di PTUN, maka nama lembaga dan mahasiswa yang melaporkan dugaan pungli menjadi bermasalah. Itu yang betul-betul didiskusikan secara serius. Sampai pada dampaknya," ucapnya.
Baca Juga: Sopir Truk Ungkap Praktik Pungli di Jalan Tol: Rp 30 Ribu Polisi pun Pergi
Meski begitu, Dekan FH UPR itu membenarkan bahwa dugaan pungli salah seorang oknum dosen berinisial AS termasuk kategori pelanggaran sedang. Bentuk sanksi terhadap pelanggar kode etik kategori sedang yakni, berupa teguran tertulis dan pemanggilan peringatan keras, pembatalan atau pengurangan mata kuliah yang diampuh, skorsing kegiatan akademik.
"Kalau sudah dibentuk tim investigasi, maka permasalahan tersebut masuk kategori pelanggaran sedang dan berat. Tapi, setelah melihat pasal-pasal dalam kode etik FH UPR, pelanggaran itu tidak masuk dalam kategori berat, melainkan sedang. Dan, kami pastikan kode etik itu akan dijalankan," tutur Jhon. (Antara)