Suara.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi mencatat secara nasional terdapat 4.258 titik panas atau hotspot. Titik panas merupakan data yang terkumpul dari Januari hingga Juli 2019.
Dari jumlah itu, ada 2.087 berada di kawasan konsesi dan Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG). Dibandingkan dengan data konsesi yang berada di KHG, tercatat ada 613 perusahaan yang beroperasi.
Berdasarkan jumlah itu, 453 konsesi HGU, 123 konsesi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri dalam Hutan Tanaman pada Hutan Produksi, dan 37 konsesi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam.
Untuk wilayah Kalimantan Tengah tercatat ada 1.993 titik hotspot selama tujuh bulan ini. Kemudian, yang berada di kawasan restorasi gambut berjumlah 1.317 titik hotspot.
Baca Juga: Walhi: Minyak Tumpah Pertamina Mengalir ke Bekasi sampai Kepulauan Seribu
Sedangkan, untuk kabupaten dan kota yang cukup besar wilayah yang terpapar dan terbakar ini ada di Kota Palangkaraya dan Pulau Pisau. Jumlah yang terbakar seluas 3.681 hektar.
Di Riau, sepanjang 2019 tercatat lahan seluas 27.683 Ha terbakar, dan Kalimantan Barat 213 hotspot, bahkan di Sumatera Selatan sepanjang Juli 2019 saja tercatat 244 titik api yang berada di kawasan konsesi perkebunan dan kehutanan.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Kalimantan Barat Anton P. Wijaya, mengatakan persoalan Karhutla jangan hanya dilihat dari kuantitas titik api, tetapi jauh lebih penting soal kualitas kondisi terbakar dan letak kejadiannya.
"Sehingga, tidak tepat membandingkan pembukaan ladang petani pada skala minor di lahan mineral, dengan pembakaran lahan korporasi untuk land clearing dan apalagi di gambut. Skala ini yang harus menjadi fokus serius dari penegakan hukum," kata Anton di Kantor Walhi, Mampang, Jakarta Selatan, Kamis (1/8/2019).
Baca Juga: Walhi: Rencana Pemindahan Ibu Kota Tidak Transparan