MUI Sebut Perwakot Perlindungan Ulama Tidak Perlu Dibentuk

Kamis, 01 Agustus 2019 | 22:41 WIB
MUI Sebut Perwakot Perlindungan Ulama Tidak Perlu Dibentuk
Wali Kota Padang Mahyeldi Anharullah. [Klikpositif]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah segera menerbitkan Peraturan Wali Kota tentang Perlindungan Ulama dan Tokoh Masyarakat. Menanggapi itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan tidak perlu ada peraturan tambahan hanya untuk melindungi warga negara.

Ketua MUI Abdullah Jaidi mengatakan bahwa peraturan untuk melindungi seluruh warga negara itu sudah tercantum dalam undang-undang. Karenanya tidak perlu lagi apabila ada peraturan yang mengatur perlindungan ulama dan tokoh masyarakat.

"Saya kira peraturannya sudah ada tidak perlu dibentuk lagi. Sudah ada undang-undangnya," kata Abdullah di Kantor Kemenag RI, Jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (1/8/2019).

Lagipula, menurut Abdullah, melindungi warga negara itu sudah menjadi kewajiban seluruh pihak. Para ulama dan tokoh masyarakat juga tak luput mendapatkan hak untuk dilindungi.

Baca Juga: Soal Perwako Perlindungan Ulama di Padang, Kemenag Anggap Sebagai Inovasi

"Baik mereka itu ulama ataupun individual jadi tidak terkecuali, tidak sekedar ulama, setiap warga negara berhak dilindungi dalam kehidupan berbangsa dan negara ini," tandasnya.

Sebelumnya disampaikan, kalau Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah bakal mempercepat penerbitan Peraturan Wali Kota tentang Perlindungan Ulama dan Tokoh Masyarakat.

Ia mengatakan, sebagai wali kota, berkewajiban memberi perlindungan kepada ulama dan tokoh masyarakat.

Mahyeldi menegaskan hal tersebut saat hadir dalam Kajian Akbar bersama Ustad Adi Hidayat di GOR Adzkia, Taratak Paneh, Padang, Jumat (26/7) pekan lalu.

Namun, rencana pemkot segera menerbitkan peraturan itu dikecam banyak pihak. Aktivis keberagaman Sudarto misalnya, mengatakan wacana dan inisiatif Wali Kota Padang itu layak ditolak karena berpotensi melahirkan pasal karet dan diskriminatif.

Baca Juga: MUI Pelajari Buku DN Aidit yang Disita Polisi dari Anak Vespa Literasi

"Apakah ada ancaman? Ancaman seperti apa dan perlindungan seperti apa? Aturan seperti itu menurut saya justru merendahkan mutu demokrasi dan akal sehat manusia. Saya pribadi menolak," ujar Sudarto saat dihubungi Covesia.com—jaringan Suara.com, Rabu (31/7/2019).

Sudarto menjelaskan, wacana yang digulirkan Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah itu patut didebat karena berpotensi memakan banyak 'korban' melalui pasal-pasal karet dan diskriminatif.

"Semuanya harus dibuat jelas dulu. Perlindungannya seperti apa? Ulama dan tokoh masyarakatnya seperti apa? Aturan hukum harus dirancang sejelas mungkin. Ini definisinya bisa melebar ke mana-mana," kata Sudarto.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI