Wahli: Bukan Tugas TNI-Polri, Korporasi yang Harus Padamkan Karhutla

Kamis, 01 Agustus 2019 | 19:24 WIB
Wahli: Bukan Tugas TNI-Polri, Korporasi yang Harus Padamkan Karhutla
Personil Kepolisian Polres Aceh Barat bersama warga memadamkan api yang membakar lahan gambut dengan cara manual di Kawasan Desa Seuneubok, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, Minggu (6/1). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wahana Lingkungan Hidup (Wahli) menilai langkah pemerintah yang melibatkan anggota TNI dan Polri dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) kurang tepat. Sebab, hal tersebut bukan tugas dan fungsi TNI dan Polri.

Manajer Kampanye Pangan, Air dan Ekosistem Esensial Kelas Walhi, Wahyu A Perdana mengatakan, pelibatan TNI dan Polri dalam satuan tugas terpadu Karhutla akan berdampak pada pengikisan fungsi aparat penegak hukum sebagai penjaga kedaulatan negara.

Manajer Kampanye Pangan, Air dan Ekosistem Esensial Kelas WALHI Wahyu A Perdana. (Suara.com/Tio).
Manajer Kampanye Pangan, Air dan Ekosistem Esensial Kelas WALHI Wahyu A Perdana. (Suara.com/Tio).

"Jujur dalam konteks nasionalisme itu kurang ajar menurut kami. Penjaga kedaulatan kita difungsikan sebagai pemadam kebakaran yang disebabkan oleh korporasi," ujar kata Wahyu A Perdana di Kantor Walhi, Mampang, Jakarta Selatan, Kamis (1/8/2019).

Wahyu mengatakan menurut undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) seharusnya yang bertanggung jawab melakukan pemadaman api adalah koorporasi yang melanggar bukan pemerintah.

Baca Juga: Walhi: Minyak Tumpah Pertamina Mengalir ke Bekasi sampai Kepulauan Seribu

"Jika mengacu pada pasal 88 soal pertanggungjawaban mutlak dalam UU perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup semua yang melakukan perusakan lingkungan hidup baik itu individu atau badan hukum, mereka punya dua tanggung jawab: ganti kerugian dan memulihkan, tanpa perlu unsur pembuktian kesalahan," ujarnya.

“Keterlibatan TNI dalam konteks darurat bisa saja dibetulkan. Tapi masa setiap tahun mau membebani keuangan negara oleh kesalahan yang sebenarnya bisa ditangguhkan kepada korporasi. Tidak menyentuh akar masalah, padahal secara dasar hukumnya kuat,” kata Wahyu menambahkan.

Berdasarkan data Walhi, dari Januari-Juli 2019 secara nasional tercatat 4.258 titik panas (2.087 diantaranya berada di kawasan konsesi dan KHG).

Dibandingkan dengan data konsesi yang berada di KHG, tercatat ada 613 perusahaan yang beroperasi di KHG (453 konsesi HGU, 123 konsesi IUPHHK-HT, dan 37 konsesi IUPHHK-HA). Hampir mencapai setengah dari titik panas yang tercatat sepanjang tahun 2018 (sebanyak 8.617 titik panas).

Baca Juga: Walhi: Rencana Pemindahan Ibu Kota Tidak Transparan

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI