Suara.com - Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Veri Junaidi mengatakan penggunaan e-rekap pada Pilkada 2020 bisa saja menekan angka kecurangan meski tidak 100 persen.
Menurut Veri, dengan cepatnya proses penghitungan suara, hal itu dapat menekan praktek kecurangan yang mungkin terjadi meskipun tidak 100 persen.
Selain itu, e-rekap juga bisa mempersempit ruang terhadap potensi jual beli suara, penggelembungan suara dan penggembosan suara antar peserta Pemilu.
"Kita membayangkan kalau proses itu lama, ruang 'bermain' semakin panjang. Apakah itu akan 100 persen menutup proses kecurangan Pemilu? Pasti tidak. Tapi sistem itu diharapkan akan menekan kecurangan hasil Pemilu," kata Veri saat ditemui di Kantornya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (31/7/2019).
Baca Juga: Ini Landasan Hukum KPU Wacanakan Sistem E-Rekap di Pilkada 2020
Selain itu, proses e-rekap dengan dokumen yang terbuka bagi seluruh peserta Pemilu, dapat mempermudah mereka menggunakan data elektronik tersebut untuk maju sengketa hasil ke Mahkamah Konstitusi.
Mereka bisa mencari tahu sendiri apakah data dari hasil rekap itu memang benar atau ada kesalahan.
"Kalau manual kan kita auditnya berdasarkan proses pemantauan, saksi-saksi, bisa lihat apa bener atau enggak. Tapi dengan elektronik ini diberikan akses yang sama untuk seluruh peserta pemilu bisa akses ini. Apa cara rekap benar atau nggak," ungkapnya.
Diketahui, Indonesia akan menggelar 270 Pemilihan Kepala Daerah yang terdiri dari 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota pada 23 Setember 2020, beberapa dari daerah tersebut akan dijadikan KPU sebagai daerah yang dicoba menggunakan sistem e-rekap.
Rekapitulasi hasil penghitungan suara untuk tingkat Kabupaten/Kota dilaksanakan pada 29 September-1 Oktober 2020.
Baca Juga: KPU Jamin Teknologi Indonesia Siap Jalani Sistem e-Rekap di Pilkada 2020
Sedangkan, rekap tingkat Provinsi untuk pemilihan gubernur, dilaksanakan tanggal 3-5 Oktober 2020.