PA 212 Ramai Dibahas, Rocky Gerung: Tak Ada Selain Cebong dan Kampret Usai

Rabu, 31 Juli 2019 | 16:23 WIB
PA 212 Ramai Dibahas, Rocky Gerung: Tak Ada Selain Cebong dan Kampret Usai
Akademisi Rocky Gerung memberikan kesaksian dalam sidang kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks dengan terdakwa Ratna Sarumpaet di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (23/4). [ANTARA FOTO/Reno Esnir
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Rocky Gerung turut buka suara soal nasib Presidium Alumni (PA )212 yang dikaitkan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang oposisi.

Menurut pengamat politik tersebut, pernyataan Jokowi soal keinginanya memiliki oposisi masih samar. Ia mengkritisi tidak adanya topik lain setelah 'cebong dan kampret telah usai'.

Hal itu disampaikan Rocky Gerung lewat video yang diunggah channel YouTube Indonesia Lawyers Club pada Selasa (30/7/2019). Ia beranggapan pembicaraan presiden soal oposisi tidak jelas ujungnya. 

"Kan Pak Jokowi bilang, kami memerlukan oposisi. Memerlukan artinya, memerlukan ingin dikritik atau ingin masuk? Itu didomestikasi. Enggak jelas isi pembicaraan itu," tutur Rocky Gerung.

Baca Juga: Soal Pertemuan Prabowo - Mega, Rocky Gerung: Ada yang Akan Disingkirkan

Rocky Gerung kemudian membeberkan alasan kenapa PA 212 masih ramai dibicarakan sampai sekarang. Menurutnya, hal itu karena belum ada topik pembicaraan baru di masyarakat.

"Kenapa diskusi ini berlanjut terus di berbagai sosial media, pojok-pojok warung kopi karena tidak ada imajinasi sosial yang diucapkan presiden selain 'cebong dan kampret telah usai' itu," imbuhnya.

Selanjutnya, presiden dianggap belum bisa menemukan topik pembicaraan baru di masyarakat karena lebih sering membahas prestasi masa lalu.

"Apa tentang sosial teks baru, nggak ada. Ide tentang bernegara nggak diucapkan presiden. Yang diucapkan presiden adalah mengulangi pretasi selama dia berkuasa 4 atau 5 tahun yang lalu. Jadi kita tidak punya referensi tentang apa sebetulnya yang dimaksud dengan berdemokrasi, beroposisi," tukasnya.

Rocky Gerung kemudian menekankan tentang kemenangan, baiknya presiden menemukan isu sosial baru bukannya menggunakan teks lama.

Baca Juga: Rocky Gerung: Polisi Sebaiknya Jangan Daftar Capim KPK

"Presiden sebagai kepala negara tidak mengucapkan sosial teks baru, karena itu dia pergi ke sosial teks lama seperti teroris harus dibubarin, FPI segala macam. Kelihatannya beliau kurang paham. Kemenangan itu seharusnya difungsikan New Kind of Social teks (jenis teks sosial baru), tutup Rocky Gerung.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI