Suara.com - Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir memperbolehkan pembahasan paham-paham seperti Marxisme dan khilafah di kampus, asalkan sebatas ilmu pengetahuan dan di bawah bimbingan dosen.
"Mengkaji ilmu pengetahuan di kampus silakan, yang tidak boleh adalah memilih itu sebagai ideologi, karena negara telah menetapkan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dan Pancasila," kata Nasir seperti diberitakan Antara, Rabu (31/7/2019).
Nasir mengatakan, Indonesia memiliki empat pilar kebangsaan yakni NKRI, Pancasila sebagai ideologi bangsa, Undang-undang Dasar (UUD) 1945, dan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Empat pilar ini yang harus dipegang teguh oleh seluruh masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Baca Juga: Soesilo Toer: Marxisme dan Hilangnya Satu Generasi Intelektual
Dia mengatakan, paham-paham di luar Pancasila dapat dibahas dan dikaji dalam bentuk kajian akademik dan secara terbuka atau di mimbar akademik.
"Batasannya adalah mengomparasikan. Katakan kalau orang berbicara tentang Pancasila berbicara tentang ideologi suatu negara, bagaimana negara-negara lain yang punya pengalaman ideologinya katakan Marxisme, negara pakai ideologi kapitalis, ada satu negara khilafah,” tuturnya.
“Kenapa mereka melakukan itu, sejarahnya bagaimana mereka terjadi, tapi Indonesia tidak pernah memilih itu, Indonesia telah memilih NKRI, Pancasila sebagai ideologi negara, Undang-undang Dasar 1945 sebagai dasar negara dan semboyan Bhineka Tunggal Ika," ujarnya.
Dia mengatakan, empat pilar kebangsaan itu merupakan hasil pemikiran para pendahulu yang berasal dari berbagai latarbelakang yang bertujuan untuk merajut kebersamaan dalam Indonesia yang satu.
Sekalipun membahas paham-paham seperti Marxisme, maka hanya sebatas kajian internal antara mahasiswa dan dosen dan tidak untuk publik.
Baca Juga: Xi Jinping: Cina Akan Menjadi Pemenang Dunia karena Marxisme
"Ini hanya untuk konsumsi internal di dalam kajian akademik, kalau kajiannya dibawa keluar berarti propaganda, itu tidak boleh," ujarnya.