Suara.com - Uskup Agung Semarang, Robertus Rubiyatmoko ata Romo Ruby menyebut masa Pemilu bisa saja menjadi faktor turunnya indeks kebebasan berkeyakinan di Jakarta. Namun, menurutnya, faktor yang lebih menentukan saat masa Pemilu adalah pemuka agama setempat.
Hal tersebut dikatakan Ruby menyikapi temuan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut indeks kebebasan beragama di Jakarta menurun. Namun, Romo Ruby mengaku belum sepenuhnya mempelajari data tersebut.
"Saya kurang mempelajari temuan BPS secara pribadi di lapangan," ujar Ruby saat dihubungi Suara.com, Senin (30/7/2019).
Menurutnya, penurunan kebebasan berkeyakinan bisa saja terjadi jika agama dipolitisasi. Ia menganggap hal tersebut wajar karena agama tidak bisa dipisahkan dari politik.
Baca Juga: Indeks Kebebasan Berkeyakinan Turun Akibat Pemilu, DPR: Mengkhawatirkan
Dalam proses politik tersebut, bisa saja seseorang menjadi ragu. Karena itu ia menganggap peran dari pemuka agama setempat sangat penting.
"Saya rasa tergantung pemuka atau pimpinan agamanya juga. Menurunnya kebebasan itu kalau agama dipolitisasi," kata Ruby.
Polarisasi masyarakat beragama saat masa politik juga disebut Ruby bisa saja terjadi. Meskipun ia menganggap proses politik dalam beragama adalah hal yang wajar, Ruby tidak membenarkan adanya proses intimidasi.
"Polarisasi tak bisa dihindarkan. Tapi restriksi dan intimidasi tidak pernah bisa dibenarkan," kata Ruby.
Intimidasi dan restriksi tersebut dianggapnya tidak terlalu banyak terjadi saat Pemilu 2019 dibandingkan dengan saat Pilkada DKI 2017 lalu. Menurutnya, hal tersebut tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tapi dari kelompok satu ke kelompok lainnya.
Baca Juga: Indeks Kebebasan Berkeyakinan Jakarta Turun karena Pemilu
"Di situlah baru bisa dibilang ada penurunan kebebasan pendapat dan keyakinan yang menjadi hak setiap orang," pungkasnya.