Suara.com - Anggota Komisi VIII DPR Diah Pitaloka angkat bicara soal data dari Direktur Statistik Ketahanan Sosial BPS RI Hermawanti Marhaeni yang menyebut ada 20 provinsi mengalami penurunan skor kebebasan berkeyakinan.
Diah mengaku khawatir dengan penurunan kebebasan berkeyakinan tersebut. Pasalnya, kebebasan berkeyakinan sudah dijamin oleh konstitusi.
"Ya ini mengkhawatirkan karena itu secara mendasar diatur oleh konstitusi kita, kebebasan berkeyakinan beragama. Makanya ada sila ketuhanan yang Maha Esa artinya itu hak yang sangat esensi hak yang sangat mendasar bagi warga negara untuk mendapat perlindungan dari negara dalam berkeyakinan," kata Diah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (30/7/2019).
Terkait penurunan kebebasan berkeyakinan, Diah juga menyoalkan pemilu menjadi satu penyebabnya.
Baca Juga: DPR : Potensi Pariwisata di Ogan Ilir Perlu Dikembangkan
"Sebetulnya pertanyaan saya dasar dari mana bahwa itu dikatakan akibat pemilu kan bisa jadi bukan karena akibat Pemilu. Jangan-jangan ada tren eksklusifitas atau cenderung ya ini makin eksklusif orang makin menggunakan misalnya kaya politik identitas. Sehingga ada dikotomi-dikotomi," tuturnya.
Kendati begitu, ia meminta agar Kementerian Agama dapat mengevaluaso ihwal kebebasan berkeyakinan yang trennya menurun di sejumlah provinsi di Indonesia.
"Ketika itu turun ya harus ada upaya dari Kementerian Agama atau dari masyarakat. Ini sebetulnya menjadi refleksi kenapa kok kita jadi penuh ketakutan dalam berkeyakinan," ujarnya.
Untuk diketahui, Provinsi DKI Jakarta menjadi salah satu yang indeks demokrasi Indonesianya paling tinggi. Namun indeks kebebasan berkeyakinannya turun.
Direktur Statistik Ketahanan Sosial BPS RI Hermawanti Marhaeni memaparkan 20 provinsi mengalami penurunan skor kebebasan berkeyakinan seperti di Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Bengkulu, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur.
Baca Juga: Cegah Perdagangan Anak, Ketua DPR Minta Kemenaker dan Polisi Gelar Razia
"Banyak sih ini sebenarnya kebebasan berkeyakinan erat kaitannya dengan pemilu," jelasnya di kantor BPS RI, Jakarta Pusat, Senin (29/7/2019).
Hanya saja, BPS tidak memiliki alasan ketika skor kebebasan berkeyakinan di Indonesia mengalami penurunan. Sebab, BPS hanya menghitung skor berdasarkan indikator yang dimiliki.
Data yang didapat BPS ini menggunakan metodologi empat sumber daya, yakni review surat kabar lokal, review dokumen Perda, Pergub dan lain-lain, focus group discussion (FGD), dan wawancara mendalam.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan data terbaru Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) di tahun 2018 meningkat 0,28 poin menjadi 72,39. Namun salah satu variabel yakni kebebasan berkeyakinan mengalami penurunan.
Nilai untuk variabel kebebasan berkeyakinan pada 2018 adalah 82,86 atau turun 1,47 poin dari tahun sebelumnya yang mencapai 84,28 poin.
Kepala BPS Suhariyanto menyebutkan terdapat beberapa indikator ketika pihaknya melakukan penilaian tentang kebebasan berkeyakinan. Salah satunya yakni aturan yang membatasi umat beribadah.
"Seperti saya bilang, kalau kebebasan berkeyakinan kan ada beberapa indikator. Ada nggak aturan tertulis yang melarang, ada nggak pernyataan pejabat yang mendiskriminasi. Jadi, ada beberapa indikator," kata Suhariyanto.