Suara.com - Presiden Joko Widodo atau Jokowi dinilai wajar jika memberikan jatah jabatan menteri ke partai pendukungnya saat Pilpres 2019 lalu. Namun dalam memilih calon menteri harus melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK.
Selain itu melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Hal itu dikatakan. Pengamat Politik dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Ahmad Sabiq mengingatkan Presiden terpilih Joko Widodo untuk selektif memilih menteri di kabinet mendatang.
"Presiden terpilih diharapkan memilih menteri dengan cermat dan betul-betul selektif," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (30/7/2019).
Dia juga mengingatkan bahwa pemilihan menteri akan lebih optimal dengan melibatkan KPK dan PPATK.
Baca Juga: Presiden Jokowi Ingin Danau Toba Jadi Kawasan Wisata Berkelas
"Dengan demikian diharapkan tidak ada calon menteri yang memiliki jejak korupsi," katanya.
Selain itu, dia juga berharap agar presiden terpilih meneliti kelayakan calon menteri secara administratif
"Sebagai dirigen, presiden terpilih harus memilih menteri dengan sangat tepat," katanya.
Dia menambahkan, pemberian 'jatah' menteri kepada partai pendukung juga merupakan hal yang wajar asalkan tetap proporsional dan profesional.
"Boleh saja memberi 'jatah' menteri kepada partai pendukung. Saya kira itu hal yang wajar-wajar saja. Yang penting proporsional dan profesional," katanya.
Baca Juga: Pengamat: Anies Capres 2024, Nasdem Sedang Gertak Jokowi dan PDIP
Selain itu, kata dia, presiden terpilih juga harus memilih menteri yang kompeten dan berintegritas.
"Figur menteri yang kompeten dan berintegritas akan sangat membantu presiden terpilih dalam penyelenggaraan pemerintahan," katanya.
Sebelumnya, dia juga mengingatkan mengenai penting dan strategisnya peran oposisi. Menurut dia, oposisi berperan sebagai kekuatan penyeimbang dan pengontrol jalannya penyelenggaraan pemerintahan.
"Oposisi memiliki peran yang sangat penting dalam rangka mengawal penyelenggaraan pemerintahan," katanya.
Kendati demikian, kata dia, menjadi oposisi bukan berarti asal beda dengan pemerintah.
"Bukan pula dengan terus mencari-cari cara untuk menjatuhkan pemerintah. Bila kebijakan yang diambil oleh pemerintah sudah benar, pihak oposisi tidak selayaknya mengganjal. Malahan harus mendukung dan mengawal agar kebijakan tersebut dijalankan juga dengan cara yang benar," katanya.
Dia menambahkan, peran oposisi merupakan peran yang terhormat dan juga mulia. (Antara)