Suara.com - Warga di wilayah Pegunungan Tengah Papua diminta melestarikan koteka dengan memasukannya dalam ajaran muatan lokal di sekolah yang ada di wilayah tersebut. Hal tersebut disampaikan Peneliti Balai Arkeologi Papua Hari Suroto pada Minggu (28/7/2019.
Koteka adalah pakaian untuk menutup kemaluan laki-laki dalam budaya sebagian penduduk asli Pulau Papua. Koteka terbuat dari kulit labu air, Lagenaria siceraria. Isi dan biji labu tua dikeluarkan dan kulitnya dijemur. Secara harfiah, kata ini bermakna "pakaian" berasal dari bahasa salah satu suku di Paniai
Untuk diketahui luasan Pegunungan Tengah tersebut meliputi sepuluh kabupaten yaitu Jayawijaya, Puncak Jaya, Pegunungan Bintang, Tolikara, Yahukimo, Nduga, Yalimo, Lani Jaya, Mamberamo Tengah, dan Puncak.
"Salah satu cara untuk melestarikan koteka adalah dengan mengajarkannya di sekolah-sekolah mulai dari tingkat dasar hingga tingkat menengah di daerah Pegunungan Tengah Papua," katanya seperti diberitakan Antara.
Baca Juga: Arkeolog Risau Orang Papua Mulai Tinggalkan Koteka
Hari menyebut untuk memasukan koteka sebagai bahan ajar muatan lokal di sekolah-sekolah yang ada di daerah Pegunungan Tengah Papua, perlu dibuat buku muatan lokal koteka serta perlu disusun kurikulum muatan lokal koteka.
"Dengan mengajarkannya pada generasi muda, diharapkan agar budaya koteka tidak hilang karena jumlah pemakai koteka di Papua semakin menurun," ujarnya.
Walaupun, kata dia, penggunaan koteka sebagai pakaian tradisional semakin berkurang, tetapi saat ini suku-suku di pegunungan tengah Papua masih banyak yang menanam labu air sebagai bahan koteka.
"Labu ini masih ditanam oleh suku Dani, suku Mee, suku Amungme, Suku Lani, Suku Yali dan Suku Mek," katanya.
Generasi muda di pegunungan tengah Papua saat ini, menurut dia, sebagian tidak berkoteka dari usia balita hingga dewasa. Bahkan, sebagian dari mereka tidak mengetahui tentang budaya berkoteka yang merupakan warisan nenek moyang.
Baca Juga: Stafsus Jokowi: Anak Koteka Masuk Istana, Jangan Minder
Hari menambahkan, pada masa mendatang dikhawatirkan labu pembuat koteka hanya akan menjadi sayur untuk dikonsumsi, sebagai obat tipes atau obat sakit tenggorokan, serta koteka dijual sebagai souvenir.
Untuk itu, menurutnya, diperlukan langkah konkrit guna melestarikan koteka yakni dengan diajarkannya di sekolah-sekolah. (Antara)