Suara.com - Tudingan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas Feri Amsari yang menuding adanya rekayasa dalam proses seleksi calon pimpinan KPK oleh pansel dan pemerintah dibantah Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih.
Yenti menegaskan, jika segala tuduhan negatif yang dialamatkan baik kepada proses seleksi maupun pansel KPK tidak benar adanya. Ia meminta, apabila ada pihak yang ingin menuduh sembarang maka harus disertai pula dengan bukti tuduhan tersebut.
"Kalau nuduh-nuduh pakai bukti lah, merekayasanya apa, pakai bukti aja. Nuduh nuduhkan pakai bukti bagaimana pemerintah merekayasa, termasuk ke pansel, cari saja buktinya gitu kan. Apa maksudnya? Jangan menduga duga gitu kan," tegas Yenti kepada wartawan, Minggu (28/7/2019).
Yenti juga menampik sejumlah tuduhan lain ihwal adanya capim yang diloloskan ke tahapan selanjutnya, padahal nilai yang didapat kurang dari rata-rata. Ia justru merasa heran dan mempertanyakan balik tuduhan tersebut.
Baca Juga: Ketua Pansel Capim KPK Sebut Calon Tak Wajib Lapor LHKPN
Lantaran, mengenai catatan nilai peserta capim selama mengikuti tahapan seleksi bersifat internal dan tertutup dari publik.
"Tahunya dari mana ya? Padahal kita sangat rahasia rapatnya aja nggak ada yang tahu, nggak ada, tahu dari mana itu. Buktinya mana? Buktinya apa?" ujar Yenti.
Sebelumnya, Feri mempertanyakan peserta capim yang tak juga melaporkan LHKPN. Padahal menurutnya, laporan itu diharuskan sebagai syarat menjadi pimlinan KPL sebagaimana tercantum dalam Pasal 29 angka 11 UU KPK.
"Beberapa calon yang diloloskan hingga sekarang ternyata di antaranya tidak memenuhi syarat yang ditentukan oleh UU KPK itu sendiri," kata Feri di kantor LBH Jakarta, Minggu (28/7/2019).
Diketahui, Yenti Garnasih sebelumnya juga telah memastikan para capim KPK tak wajib untuk melaporkan LHKPN. Pernyataan Yenti menyusul adanya sorotan dari Indonesia Corupption Watch (ICW) menyoal rendahnya kepatuhan peserta capim KPK.
Baca Juga: Bertemu Kapolri, Pansel KPK Ajak Polisi Daftar Capim KPK
Menurutnya, berdasarkan aturan yang ada menyatakan yang wajib menyetor LHKPN ialah pimpinan KPK yang telah diangkat, bukan yang masih berstatus calon.
"Itu kan dari undang-undangnya kan mengatur mengatakan, Pasal 29 mengatakan bahwa dalam hal calon pimpinan KPK, tulisannya adalah pimpinan komisioner ketika diangkat sebagai komisioner harus mengumumkan harta kekayaannya sesuai peraturan perundang-undangan yang ada. Kemudian dalam pansel kita menerjemahkan itu dengan cara karena kan untuk diangkat bukan untuk mengikuti seleksi," kata Yenti di Gedung Pusdiklat Kemensetneg, Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu (28/7/2019).