Suara.com - Aktivis Sri Bintang Pamungkas akan menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan praperadilan tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal Kivlan Zen di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Kamis (25/7/2019).
Kuasa hukum Kivlan Zen, Tonin Tachta, mengatakan Sri Bintang akan memberikan pemahaman terkait kriminal politik dan kriminal pidana umum.
"Pak Sri Bintang itu akan memberikan pemahaman kepada hakim tunggal maupun para termohon bahwa perbedaan antara politik dalam hal kriminal politik dan kriminal pidana umum. Nanti dijelaskan di sana," kata Tonin di PN Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya.
Menurut Tonin, keterangan yang akan disampaikan Sri Bintang penting untuk didengarkan. Sebab, dari keterangan yang akan disampaikannya itu akan berkaitan dengan perkara yang menjerat Kivlan Zen terkait dugaan kepemilikan senjata api ilegal tersebut.
Baca Juga: Dukung Gugatan Kivlan Zen, Sri Bintang dan Asma Dewi Datangi PN Jaksel
"Jadi Pak Kivlan ini masuk kriminal apa, politik atau pidana umum. Nah beliau yang akan menyampaikan berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya," ujarnya.
Sebelumnya tim kuasa hukum Kivlan Zen telah menghadirkan Sri Bintang sebagai saksi ahli dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, pada Rabu (24/7) kemarin.
Namun, ketika hendak disumpah sebagai ahli, Sri Bintang tiba-tiba ingin juga menjadi saksi fakta terkait kasus kepemilikan senjata api ilegal yang menjerat Kivlan sebagai tersangka.
"Kalau boleh saya mohon saya di sini juga hadir sebagai saksi dan ahli. Ini pernah terjadi waktu saya bersaksi di Mahkamah Konstitusi," kata Sri Bintang.
Kendati begitu, permintaan Sri Bintang ditolak oleh Hakim Guntur. Sebab, kata dia, hukum acara persidangan di MK berbeda dengan hukum acara persidangan praperadilan di PN Jakarta Selatan.
Baca Juga: Mabes TNI Bentuk Tim Bantuan Hukum untuk Kivlan Zen
"Kalau ahli itu sumpahnya memberikan pendapat berdasar ilmu pengetahuannya. Tapi kalau saksi fakta berdasar apa yang dilihat, didengar dan dialami, itu berbeda pak. Jadi enggak bisa dua-duanya bapak harus pilih salah satu," tutur hakim Guntur.