Suara.com - Sekitar tahun 2015-2016, di Pasar Bendungan Hilir sempat marak tahu dan ikan berformalin. Demikian dikatakan Sulbiantoro, pengawas mutu hasil pertanian Dinas Ketahanan Pangan Kelautan dan Pertanian (KPKP) Provinsi DKI Jakarta. Hak itulah yang membuatnya mulai rutin mendatangi pasar-pasar tradisional di ibu kota guna memeriksa kandungan pangan yang dijual di sana.
Inspeksi rutin dari pasar ke pasar pun dilakukan secara rutin oleh Sulbiantoro bersama tim yang terdiri dari 10-12 analis lab, belasan pengawas, beberapa perwakilan suku dinas KPKP di tingkat kota, pengelola pasar, hingga anggota kepolisian.
"Pemeriksaan biasanya dilakukan dari Senin sampai Kamis ke pasar di lima kota administratif Jakarta," katanya.
Selama empat tahun berjalan, ikhtiar Sulbiantoro dan jajaran Dinas KPKP di tingkat provinsi serta suku dinas di kota pun mulai menampakkan hasil.
Baca Juga: Ini Beberapa Efek jika Tubuh Terkena Cairan Formalin
Saat ditemui usai melakukan uji kualitas pangan di Pasar Bendungan Hilir, Jakarta, Rabu (24/7), Sulbiantoro mengatakan tren temuan zat berbahaya pada produk pangan dari tahun ke tahun menurun.
"Di tahun pertama dan kedua kami ke lapangan, temuan produk berformalin cukup banyak. Tapi, belakangan ini makin sedikit," terang Sulbiantoro seperti dilansir dari Antara.
Contohnya saja, ia menjelaskan, dari ratusan sampel yang diperoleh Dinas KPKP DKI Jakarta di Pasar Bendungan Hilir (Benhil) pada 24 Juli, hanya satu sampel ikan yang mengandung formalin, dan satu sampel daging dinyatakan rusak alias tak segar.
Apabila dibandingkan dengan kasus makanan berformalin di lokasi tersebut yang sempat marak pada medio 2015-2016, temuan Dinas KPKP DKI Jakarta pada 2019 menunjukkan ada perbaikan kualitas cukup signifikan.
Dalam pemeriksaan di Pasar Benhil hari itu, sebanyak 41 sampel produk peternakan, 90 sampel perikanan, dan 182 sampel pertanian diuji di tiga mobil laboratorium keliling yang siaga di halaman parkir.
Baca Juga: Polda Metro Peringatkan Makanan Formalin Berbahaya
Proses pengambilan sampel berjalan cukup cepat, karena sekitar 70 personel dari berbagai sektor dikerahkan untuk mendatangi pedagang, mencatat, serta mengambil sedikit bagian dari barang jualannya untuk diperiksa.
Setelah itu, ratusan sampel dibungkus dengan plastik kedap udara kemudian dibawa ke mobil bercat biru yang berfungsi sebagai laboratorium keliling.
Di dalam laboratorium, beberapa analis dan penguji lab memeriksa kadar residu zat berbahaya nan beracun seperti formalin, merkuri, pestisida, dan klorin.
Irmayanti, analis lab yang ditemui dalam mobil di Pasar Benhil, mengatakan untuk produk perikanan dan pertanian, pihaknya memeriksa residu formalin dan merkuri.
Sementara untuk produk pertanian seperti buah dan sayur-mayur, petugas memeriksa residu atau sisa zat pestisida. "Khusus untuk apel dan anggur akan diperiksa residu formalin," jelas dia.
Umumnya, jejak pestisida kerap ditemukan pada sayur-mayur dan buah. Namun, sisa pestisida yang membekas di panganan itu tak boleh melampaui ambang batas aman yang ditetapkan.
Walaupun demikian, ambang batas aman itu bervariasi besarannya tergantung sayur dan buah yang diuji. Umumnya, kandungan pestisida tak boleh melebihi satu miligram per kilogram sampel uji.
Sementara itu, ia menjelaskan kandungan formalin pada sampel uji harus nol/nihil. Pasalnya, formalin merupakan zat beracun yang tak diperbolehkan jadi bahan pengawet makanan.
Dari hasil pengujian yang berlangsung selama setengah hari itu, Dinas KPKP DKI Jakarta memastikan produk pertanian di Pasar Benhil bebas zat berbahaya dan aman dikonsumsi.
Produk perikanan dan peternakan juga umumnya aman, tetapi masih perlu mendapat pengawasan secara aktif baik dari pedagang dan pembeli.
Selama empat tahun bergerilya dari pasar ke pasar di ibu kota, menurut Sulbiantoro, produk pangan di Pasar Koja dan Pasar Mayestik punya catatan bagus dalam segi kualitas dan keamanannya.
Dikutip dari Antara, kunci dari menurunnya temuan zat berbahaya pada produk pangan di ibu kota terletak pada pembinaan yang dilakukan berkala ke pedagang.
Sulbiantoro menjelaskan tiap kali tim pengawas menemukan kandungan zat berbahaya, langkah pertama yang dilakukan bukan melaporkan pedagang ke penegak hukum, melainkan menjalin obrolan dengan penjual.
Dari obrolan itu, tim pengawas mengetahui dari mana pedagang mendapatkan barang jualannya. Setelah itu, tim pengawas akan lanjut menelisik informasi dari pedagang guna mengetahui sumber pangan berformalin tersebut.
Usai berbincang yang tentunya termuat dalam berita acara, tim pengawas melakukan sosialiasi ke pedagang mengenai cara mengenali kualitas produk yang aman dan layak jual. Selain itu, mereka lanjut menghimbau agar pedagang tak lagi membeli barang jualan dari distributor atau penyedia utama yang produknya mengandung zat berbahaya.
"Penindakan kami tak lewat jalur hukum, tetapi yang dikedepankan pembinaan. Itu juga jadi shock therapy buat mereka (pedagang yang kedapatan jualannya berformalin, red)," ujar Sulbiantoro.
Mewaspadai pangan berformalin pun bisa dilakukan oleh pembeli. Minimal, saat berbelanja di pasar, pembeli mengetahui ciri-ciri produk pangan yang segar dan layak konsumsi. Jangan sampai mengabaikan keamanan dan kualitas pangan karena barang berformalin seringkali lebih murah daripada produk yang segar dan layak konsumsi.