Suara.com - Warga Penghayat Kepercayaan Bisa Mencatatkan Pernikahannya Sejak 2007 Silam
Presiden Jokowi meneken Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun tentang Pelaksanaan Undang-Undang No 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan, yang isinya mengakui dan mengatur tata cara pernikahan bagi umat penghayat kepercayaan.
Menurut tokoh penghayat kepercayaan di Indonesia, Engkus Ruswana, masyarakat penghayat kepercayaan sebenarnya sudah bisa mencatatkan pernikahannya sejak 2017.
Engkus menerangkan PP yang baru ditandatangi Jokowi pada 23 Mei 2019 itu tidak berbeda jauh dengan PP Nomor 37 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi.
Baca Juga: Jokowi Teken PP NO 40 Tahun 2019, Ini Kata Tokoh Penghayat Kepercayaan
Dalam PP itu, perkawinan penghayat kepercayaan dilakukan di hadapan pemuka penghayat kepercayaan, yang organisasinya telah terdaftar di kementerian. Kemudian perkawinan itu dicatat oleh instansi terkait sebagai perkawinan yang sah di mata hukum.
"Sudah, jadi kami sejak 2007, perkawinan penghayat dilakukan di kantor dinas kependudukan dan catatan sipil," kata Engkus saat dihubungi Suara.com, Rabu (24/7/2019).
Namun, Engkus mengungkapkan masih ada kendala yang menyelimuti masyarakat penghayat kepercayaan.
Kendala itu adalah saat ada yang ingin mencatatkan pernikahannya, tapi pemuka penghayat kepercayaan belum terdaftar sebagai organisasi.
"Karena di PP-nya itu sejak 2007 maupun yang sekarang pemuka penghayat itu harus berasal dari organisasi yang terdaftar," ujarnya.
Baca Juga: Indonesia Akui Pernikahan Penghayat Kepercayaan, Mayat Duduk Bikin Geger
Meskipun begitu, Engkus menilai kalau kendala tersebut tidak begitu berarti. Pasalnya, mereka yang ingin menikah dan mencatatkannya masih bisa diperbantukan oleh pemuka penghayat kepercayaan dari organisasi yang sudah terdaftar.
"Misalnya penganut Islam, orang Muhammadiyah ya nikah kan tidak perlu pemuka agama dari Muhammadiyah, kan dia pakai penghulu ada di kecamatan itu apakah dari NU atau dari MUI. Kami juga seperti itu," ujarnya.
Untuk diketahui, melalui PP tersebut, negara kekinian mengakui dan mengatur tata cara pernikahan antara penganut agama penghayat kepercayaan.
Dikutip dari laman jdih.setneg.go.id, Selasa (23/7/2019), pada bab IV berisi Tata Cara Pencatatan Perkawinan Bagi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Pada Pasal 39 ayat 1 berbunyi, ”Pernikahan penghayat dilakukan di hadapan pemuka penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.”
Selanjutnya, dalam Pasal 40 ayat 1 disebutkan, pencatatan perkawinan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dilakukan di Dinas Dukcapil kabupaten/kota.
Adapun waktu yang diberikan diberi waktu paling lambat 60 hari setelah perkawinan.
Kemudian pada Pasal 40 ayat 2 disebutkan, pencatatan perkawinan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
”Pejabat Pencatatan Sipil pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kabupaten Kota atau UPT Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kabupaten Kota, memberikan formulir pencatatan perkawinan kepada pasangan suami istri.”