Saat Ini, Pemerintah dan DPR Bahas RUU Pertanahan

Rabu, 24 Juli 2019 | 13:16 WIB
Saat Ini, Pemerintah dan DPR Bahas RUU Pertanahan
Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil. (Suara.com/Muslimin)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah dan Panitia Kerja DPR, hingga saat ini terus melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pertahanan (RUU Pertanahan). Pemerintah secara intensif melakukan kajian mendalam bersama dengan DPR R melalui Komisi II, yang sedang fokus menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan, melalui Program Legislasi Nasional (Prolegnas) untuk menyelesaikan RUU Pertanahan tahun ini.

RUU Pertanahan memiliki fungsi dan peran yang penting bagi seluruh rakyat Indonesia, sehingga menjadi perhatian berbagi kelompok masyarakat.

Selain itu, pemerintah memandang penting RUU Pertanahan sebagai dasar hukum operasional dari bagian-bagian penting terkait agenda bidang pertanahan, terutama Reforma Agraria.

Pokok pembahasan yang diatur dalam RUU Pertanahan dirumuskan untuk menjawab tuntutan permasalahan yang berkembang. Ada beberapa yang menjadi pertimbangan dalam penyusunan RUU Pertanahan, di antaranya:

Baca Juga: Kementerian ATR/BPN Mulai Susun RKAKL Tahun Anggaran 2020

1. Pengaturan Hak Atas Tanah untuk Keadilan dan Kemakmuran;

2. Pendaftaran Tanah Menuju Single Land Administration System dan Sistem Positif;

3. Modernisasi Pengelolaan dan Pelayanan Pertanahan Menuju Era Digital;

4. Penyediaan Tanah untuk Pembangunan;

5. Percepatan Penyelesaian Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan;

Baca Juga: BPJSTK Lindungi Pekerja non-ASN di Kementerian ATR / BPN

6. Kebijakan Fiskal Pertanahan dan Tata Ruang;

7. Kewenangan Pengelolaan Kawasan oleh Kementerian/Lembaga Sesuai Tugas dan

Fungsinya;

8. Penghapusan Hak-hak Lama bekas Hak Barat.

Mengapa perlu dibentuk RUU Pertanahan?

Berdasarkan landasan yuridis dalam melaksanakan perintah pasal 7 TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam: Perlu pengaturan lebih lanjut pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam.

Arti penting RUU Pertanahan, utamanya adalah untuk mewujudkan keadilan agraria dan kemakmuran rakyat, sekaligus menerjemahkan kedaulatan bangsa Indonesia atas wilayahnya.

RUU Pertanahan juga penting bagi upaya menerjemahkan amanat dan prinsip dasar dari UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA): kemanusiaan, kebangsaan (nasionalisme), kerakyatan (sosialisme), kesejahteraan dan keadilan.

Selain itu, RUU Pertanahan merupakan undang-undang implementasi atau operasionalisasi dari UUPA atau dengan kata lain, UUPA sebagai lex generalis dan RUU Pertanahan sebagai lex specialis

Berdasarkan landasan sosiologis adanya RUU Pertanahan diharapkan dapat mengatasi ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah; dapat mengatasi tumpang tindih peraturan perundang-undangan di sektor sumber agraria; dapat menyelesaikan sengketa dan konflik pertanahan; dan dapat memenuhi kebutuhan dan perkembangan masyarakat.

Menjawab kebutuhan itu semua, maka arah kebijakan pengaturan pertanahan dalam RUU Pertanahan, yaitu dengan melalui:

1. Penguatan konsep NKRI melalui pengaturan hubungan negara, kesatuan masyarakat hukum adat, dan orang dengan tanah.

Penguatan Konsep NKRI dilakukan melalui penegasan Hak Menguasai Negara, Hak Pengelolaan dan Pengakuan atas Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat.

2. Pengaturan hak atas tanah untuk keadilan dan kemakmuran. dilaksanakan melalui:

• peningkatan peran pemerintah dalam pembatasan jangka waktu penguasaan hak

atas tanah;

• pembatasan luas kepemilikan tanah;

• meningkatkan daya tarik investasi melalui pengaturan kembali jangka waktu hak atas

tanah, dan pengaturan kembali mengenai rumah susun;

• kepastian hukum penggunaan ruang di atas tanah dan di bawah tanah; dan

• reforma agraria.

3. Pendaftaran tanah menuju single land administration system dan sistem positif.

Sistem Pendaftaran Tanah yang bersifat positif memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak atas karena tidak dapat dibatalkan, dan untuk menuju ke arah dimaksud perlu dilakudan modernisasi pengelolaan dan pelayanan pertanahan menuju era digital, serta penyiapan lembaga penjamin (asuransi).

4. Penyediaan tanah untuk pembangunan.

Penyediaan tanah dihimpun melalui lembaga Bank Tanah, untuk menghindari adanya spekulan tanah ataupun kesengajaan untuk menyimpan tanah /mendiamkan tanah (idle) oleh swasta tanpa memanfaatkan dan menggunakan tanah dimaksud.

5. Percepatan penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan.

Dilaksanakan dengan mengutamakan musyawarah untuk mufakat dan pembentukan pengadilan pertanahan.

6. Kebijakan fiskal pertanahan dan tata ruang.

Melalui pengenaann pajak progresif, keringanan BPHTB (Rp 0) bagi masyarakat berpenghasilan rendah, dan Pemberian Insentif dan Disinsentif. Pengenaan Pajak Progresif diharapkan dapat mencegah para spekulan untuk menguasai tanah.

7. Kewenangan pengelolaan kawasan oleh Kementerian/Lembaga sesuai tugas dan fungsinya.

Pengelolaan kawasan tetap menjadi tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang sesuai kewenangannya, sedangkan Kementerian ATR/BPN melaksanakan pendaftaran tanah demi terdaftar seluruh bidang tanah di Indonesia untuk menuju sistem positif yang memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

8. Penghapusan hak-hak lama bekas hak barat.

Penghapusan mengenai hak barat sudah diberikan batas jangka waktu melalui konversi sebagaimana diatur dalam UUPA. Namun perlu penegasan kembali agar Hak Barat ditetapkan sebagai tanah negara agar tidak menimbulkan permasalahan. dalam pendaftaran tanahnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI