Suara.com - Satu rumah mewah yang diketahui milik Juniarto, staf Gubernur nonaktif Kepulauan Riau Nurdin Basirun, di Anggrek Mas 2, Kota Batam, ikut digeledah Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa (23/7/2019).
Berdasarkan penuturan Ketua RT 003 dan RW 19 Kelurahan Baloi, Agus Wibowo, rumah tersebut merupakan milik staf gubernur yang bernama Juniarto.
“Ya setahu saya ini rumah Pak Juniarto, beliau merupakan staf tapi saya tidak tahu jabatannya, cuma memang PNS,” ujar Agus kepada Batamnews.co.id—jaringan Suara.com.
Agus menyebutkan proses penggeledahan tersebut dilakukan sejak pukul 10.30 WIB, dan telah selesai pada pukul 12.00 WIB.
Baca Juga: KPK Geledah Rumah Gubernur Kepri Nonaktif Nurdin Basirun di Karimun
Berdasarkan pantauan Batamnews, tampak sejumlah petugas KPK melakukan penggeledahan di rumah yang berwarna cat kuning tersebut.
Pada proses penggeledahan tersebut, diketahui juniarto sedang berada di rumah. Namun ia tidak ikut diamankan.
“Beliau di rumah, kemarin baru selesai dioperasi, jadi masih sakit,” kata dia.
Berdasarkan informasi dan penelusuran Batamnews rumah mewah berlantai dua itu baru sekitar 1 tahun ditempati pria tersebut.
Harga rumah juga cukup fantastis sekitar Rp 2,5 miliar.
Baca Juga: Tiga Jam Geledah Kantor Dishub Kepri, KPK Bawa Satu Koper Besar
"Itu rumah second, tapi sebelumnya sempat mau dijual Rp 2,5 miliar," ujar warga Anggrek Mas II kepada Batamnews.
Selain itu, di sana juga sering parkir mobil bernomor polisi 757 dengan jenis berbagai macam. "Ada tiga, sepertinya Harrier, Fortuner, dan satu lagi saya kurang ingat," ujar sumber.
Aktivitas di sana juga tak terlihat sama sekali. Warga juga tak menyadari rumah tersebut adalah rumah ajudan Nurdin Basirun.
Sebelumnya, KPK juga telah menemukan uang miliaran rupiah hasil penggeledahan di rumah dinas Nurdin dengan rincian Rp 3,5 miliar, USD 33.200, dan SGD 134.711.
Uang miliaran itu ditemukan dari tas ransel, kardus, plastik, dan "paper bag" yang berada di kamar Nurdin.
KPK menduga uang tersebut merupakan gratifikasi yang berasal dari pihak-pihak yang memiliki hubungan jabatan dengan posisi dan kewenangan Nurdin sebagai penyelenggara negara.
Salah satunya terkait izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau Tahun 2018/2019.
KPK pada Kamis (11/7) telah mengumumkan empat tersangka dalam kasus itu, yakni Gubernur Kepri 2016-2021 Nurdin Basirun (NBA), Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri Edy Sofyan (EDS), Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri Budi Hartono (BUH), dan Abu Bakar (ABK) dari unsur swasta.
Selain itu, KPK juga menetapkan Nurdin sebagai tersangka penerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan.
Untuk kasus suap, Nurdin diduga menerima 11 ribu dolar Singapura dan Rp45 juta terkait suap izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau Tahun 2018/2019.
Nurdin menerima uang dari Abu Bakar baik secara langsung maupun melalui Edy Sofyan dalam beberapa kali kesempatan.
Adapun rincian yang diterima Nurdin, yaitu pada 30 Mei 2019 sebesar SGD 5.000 dan Rp 45 juta. Kemudian, pada 31 Mei 2019 terbit izin prinsip reklamasi untuk Abu Bakar untuk luas area sebesar 10,2 hektare.
Pada 10 Juli 2019, Abu Bakar memberikan tambahan uang sebesar SGD 6.000 kepada Nurdin melalui Budi Hartono.
Sementara, terkait gratifikasi, tim KPK mengamankan uang dari sebuah tas di rumah dinas Nurdin dengan jumlah masing-masing SGD 43.942, USD 5.303, 5 Euro, RM 407, 500 riyal, dan Rp 132.610.000.