Beraksi dalam Lapas, Napi Pedofil Ngaku Guru untuk Dapat Foto Syur Anak

Senin, 22 Juli 2019 | 18:04 WIB
Beraksi dalam Lapas, Napi Pedofil Ngaku Guru untuk Dapat Foto Syur Anak
TR (25), narapidana yang masih menjalani hukuman tepergok melakukan aksi pencabulan terhadap anak. [Suara.com/Yosea Arga Pramudita]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Jajaran Subdit 1 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri meringkus lelaki berinisial TR (25), terkait kasus pencabulan terhadap puluhan anak melalui media sosial.

Lelaki asal Pamekasan, Jawa Timur tersebut ternyata narapidana yang menjalani vonis dua tahun dengan kasus yang sama, pencabulan anak.

Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Komisiaris Besar Asep Safrudin menjelaskan, TR kerap mengeksploitasi korbannya melalui media sosial. Parahnya, ia melancarkan aksinya selama mendekam di dalam lembaga pemasyarakatan.

"Selama di dalam lapas, tersangka kembali melakukan eksploitasi seksual dan kekerasan seksual atau cabul terhadap anak di dunia maya," ungkap Asep di Gedung Bareskrim Polri, Senin (22/7/2019).

Baca Juga: Cari 'Mangsa' di Tinder, Pedofil Ini Malah Terjebak Tipuan Filter Snapchat

Dengan modal berpura-pura sebagai guru, tersangka TR secara leluasa mengeksplotasi korban. Mulanya ia membuat akun palsu, seolah-olah ia adalah guru para korbannya.

"Dengan cara menyamar sebagai guru yang berpura-pura memberikan nilai terhadap anak murid yang berhasil membuat foto dan video adegan pornografi," sambungnya.

Asep mengatakan, TR terlebih dahulu menggali informasi di Instagram untuk menyasar mangsanya. Dengan mengetik kata kunci berupa "SD", "SMP", dan "SMA", ia bertujuan mencari akun guru yang tak dikunci.

Setelah menemukan akun yang tak terkunci, TR kemudian membuat akun palsu dengan mengaku sebagai ibu guru korban. Tujuannya, untuk mengelabui para korban.

"Kemudian membujuk korban agar mengirimkan foto dan video telanjang dengan dalih nilai terancam jelek jika menolak," sambungnya.

Baca Juga: Usulan Baru, Pedofil di Alabama Harus Dikebiri Sebelum Keluar dari Penjara

Melalui sambungan WhatsApp dan pesan di Instagram, TR memberi perintah pada para korban untuk mengirim konten asusila. Ternyata modus TR ampuh, para korban kemudian mengirim foto maupun video tanpa busana.

Parahnya, ia juga memerintahkan pada para korban untuk memasukkan jari ke alat vital hingga mengalami perdarahan. Dari modus ini, TR berhasil memangsa sejumlah 50 korban.

"Tersangka mengaku kepada Penyidik Subdit 1 Direktorat Tindak Pidana Siber bahwa korbannya hampir 50 orang anak," jelas Asep.

Asep menerangkan, pihaknya berhasil meringkus TR pada Selasa (9/7/2019). Saat penangkapan, TR mengelak telah bertindak demikian.

Namun, polisi dapat membuktikan melalui hasil pemeriksaan forensik digital berupa ribuan foto dan video para korban yang tersimpan di ponsel. Selain itu, alat bukti juga ditemukan di beberapa surat elektroniknya.

Berdasarkan bukti foto dan video, rata-rata korban dari TR ini masih duduk di bangku kelas 5 SD sampai dengan kelas 3 SMA dengan rentang usia 11 - 17 tahun. Seluruh korban hingga kekinian belum diketahui identitas dan alamatnya.

Asep menerangkan, TR termotivasi melalukan tindakan itu untuk memenuhi hasrat demi kepuasan pribadi. TR biasanya memandangi foto video porno anak tersebut.

"Dan adanya latar belakang buruk yaitu sering ditolak perempuan sehingga berguru ilmu pengasihan dan pesugihan di beberapa kota," ungkap Asep.

Dari tangan TR, polisi menyita barang bukti berupa, 1 unit handphone warna gold, serta beberapa email dan akun di media sosial milik tersangka.

 Atas perbuatan tersebut, tersangka dijerat dengan Pasal 82 Jo Pasal 76 E dan/atau Pasal 88 Jo Pasal 76 I Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 29 Jo Pasal 4 ayat (1) Jo Pasal 37 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pornografi dan/atau Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5 miliar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI