Suara.com - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menganggap tidak perlu ada rumah sakit khusus yang dibangun di kawasan yang terkena dampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Hal itu disampaikan Moeldoko menanggapi pernyataan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) yang meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi membangun rumah sakit khusus paru-paru bagi masyarakat yang menjadi korban kasus kebakaran lahan.
Menurutnya, pemerintah akan selalu menerima masukan yang disampaikan dan akan meninjaunya.
"Sekali lagi bagi pemerintah enggak ada masalah ya, semuanya itu akan dilihat kembali," kata Moeldoko di Sekretariat Persatuan Alumni GMNI, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Senin (22/7/2019).
Baca Juga: Divonis Bersalah, Jokowi Diminta Bangun RS Paru-Paru Korban Kebakaran Hutan
Moeldoko menilai kalau masih banyak rumah sakit di daerah yang bisa dioptimalkan untuk menangani warga yang terkena dampak dari Karhutla. Moeldoko menyebut kalau pemerintah akan memikirkan hal itu sebagai bentuk tanggung jawab.
"Banyak rumah sakit di daerah kan, enggak perlu ada satu RS sendiri kan bagaimana mengoptimalisasi, kan nanti dilihat lagi," ujarnya.
"Menurut saya sih hal yang biasa itu kalau merupakan tanggung jawab pemerintah enggak ada masalah," tandasnya.
Untuk diketahui, Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Nur Hidayati mengapresiasi putusan Mahkamah Agung yang menolak permohonan kasasi yang diajukan pemerintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkait kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kalimantan Tengah.
Nur meminta pemerintah Jokowi untuk segara melaksanakan putusan MA atas permohonan gugatan yang diajukan Citizen Law Suit (CLS).
Baca Juga: Bersihkan Paru-paru Pakai Makanan dan Minuman Ini, Salah Satunya Kunyit
Nur menuturkan dari 10 tuntutan yang dikabulkan majelis hakim MA salah satunya yakni pemerintah Indonesia selaku tergugat diharuskan menjamin keselamatan warga dari dampak Karhutla dengan mendirikan rumah sakit khusus paru-paru.
Selain itu, pemerintah juga diwajibkan untuk mengumumkan kepada publik wilayah yang terbakar serta perusahaan yang terlibat.
"Intinya pemerintah harus mendirikan rumah sakit khusus paru-paru dan dampak asap, membebaskan biaya pengobatan, mengumumkan perusahaan terlibat Karhutla hingga melaksanakan perintah Undang-Undang 32 tahun 2009 tentang PPLH yang sejak disahkan tahun 2009 tidak dibuatkan peraturan pelaksanaannya oleh pemerintah,” kata Nur di Kantor Walhi, Jalan Tegal Parang, Jakarta Selatan, Minggu (21/7/2019).