Miris, 4 Pulau Gambut di Riau Terancam Tenggelam

Bangun Santoso Suara.Com
Jum'at, 19 Juli 2019 | 14:52 WIB
Miris, 4 Pulau Gambut di Riau Terancam Tenggelam
Pulau gambut di Riau terancam hilang dan tenggelam. (Riauonline.co.id)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

"Kanal-kanal mengiris kubah gambut dan mengoyak keutuhan lahan gambut. Akibatnya, ketika hujan deras turun bongkahan-bongkahan gambut longsor dan terburai ke arah laut," jelasnya.

Proses ini, katanya, sangat degeneratif dan mengancam eksistensi pulau-pulau gambut dalam jangka panjang. "Melalui proses ini, daratan pulau gambut bisa lenyap dengan laju mencapai 40 meter per tahun," tuturnya.

Pemberian Izin HTI

Pulau gambut di Riau terancam hilang dan tenggelam. (Riauonline.co.id)
Pulau gambut di Riau terancam hilang dan tenggelam. (Riauonline.co.id)

Sementara itu, peneliti gambut Riau lulusan doktor universitas di Jepang, Dr Prayoto mengatakan, ia setuju dengan hasil penelitian Koichi. Meskipun ia belum membaca artikel utuh hasil penelitian Koichi, namun Prayoto menjelaskan, abrasi di pesisir Riau kian mengkhawatirkan.

Baca Juga: 80 Hektare Lahan Gambut Terbakar di Mempawah, Petugas: Kami Kewalahan

Bahkan, ancaman abrasi tak hanya berlaku di Pulau Bengkalis, namun juga pulau-pulau lainnya di pesisir Riau dan berhadapan langsung dengan Selat Malaka. Seperti Pulau Rupat, juga masuk dalam Kabupaten Bengkalis dan pulau-pulau di Kabupaten Kepulauan Meranti.

"Sebenarnya abrasi akibat ombak pantai di Selat Malaka itu sejak dulu. Ombak di Selat Malaka juga terkenal kuat sejak dulu. Nah, pertanyaannya kenapa sekarang abrasi semakin parah?" katanya.

Ia menjelaskan, inti dari semakin parahnya abrasi tersebut adalah perencanaan diterapkan pemerintah di pulau-pulau itu tidak adaptif. Ia mencontohkan, pemberian izin-izin perkebunan dan konsesi HTI di pulau berkontur gambut, seperti Pulau Rangsang, Rupat dan Bengkalis merupakan sumber utama masalah ancaman.

"Kita berikan perizinan akasia dan sawit di pulau-pulau. Seperti Pulau Padang, dijadikan hamparan akasia," kata laki-laki 39 tahun kerap keluar masuk pulau gambut itu.

Aktivitas perkebunan tersebut kerap diawali dengan pembuatan kanal dan pengeringan air sebelumnya membasahi gambut. Akibatnya, air di gambut menghilang. Saat musim kering rawan terbakar dan musim hujan banjir mengintai.

Baca Juga: Angin Kencang, Petugas Kesulitan Padamkan Kebakaran Lahan Gambut di Aceh

Pengeringan juga berdampak dengan penurunan tanah gambut. Sementara, ketika bagian hulu rusak, maka bagian hilir yaitu di pantai otomatis terdampak.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI