Suara.com - Jagat maya Indonesia tengah dihebohkan dengan foto Gunung Rinjani di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang tampak bertopi putih.
Beda dari pada sebelumnya, fenomena unik itu langsung menyedot perhatian warganet. Foto tentang fenomena unik tersebut dibagikan oleh akun Twitter @suryadelalu pada Kamis (17/7/2019).
Dari dua foto yang dibagikan, tampak pucak Gunung Rinjani yang merupakan gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia diselimuti oleh kabut warna putih. Kabut itu membentang secara sempurna mengikuti struktur gunung.
Pantas saja kalau banyak orang yang menyebut kabut putih itu seperti topi atau surban. Seperti halnya dengan caption yang dituliskan oleh @suryadelalu dalam unggahannya.
Baca Juga: Fenomena Gunung Rinjani Bertopi Dikaitkan Dengan Gempa, BMKG: Hanya Rumor
"Rinjani bersurban putih," cuitnya.
Seketika foto itu langsung dibanjiri komentar dari warganet, tak terkecuali anggota DPD RI Fahira Idris. Wanita berusia 51 tahun itu memuji kecantikan Gunung Rinjani tersebut.
"Beautiful," tulis @fahiraidris.
Seketika komentar tersebut mendapat balasan dari netizen @LindoTaehyung1 yang kemudian mengenang kisah Nabi Muhammad SAW.
"Jadi ingat Rasulullah Muhammad SAW saat masih kecil yang dinaungi awan saat ikut berdagang ke Syam bersama dengan pamannya Abu Thalib dan kemudian bertemu dengan pendeta Buhaira," sahutnya.
Baca Juga: Cantik Banget! Fenomena Topi Awan Putih Gunung Rinjani Jadi Ajang Swafoto
Penjelasan BMKG
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Mataram Agus Rianto menyatakan fenomena Gunung Rinjani bertopi tersebut tak ada sangkut pautnya dengan gempa yang kerap melanda NTB.
"Itu fenomena alam dari awan lenticular," ujarnya, Rabu (17/7/2019).
Ia menegaskan, fenomena alam lenticular tidak terkait atau tidak berkaitan dengan terjadinya gempa bumi.
"Tidak ada kaitannya, itu hanya rumor, awan caping itu berbahaya bagi penerbangan, bukan tanda-tanda terjadinya gempa," tegas Agus.
Untuk diketahui, bentuk awan seperti topi atau caping atau piring raksasa dan awan yang melingkari puncak gunung, disebut Awan Lenticular.
Awan tersebut, biasanya berbentuk piring raksasa dan biasa ditemukan di dekat bukit atau gunung-gunung, karena awan tersebut terbentuk dari hasil pergerakan angin yang menabrak dinding penghalang besar, seperti pegunungan dan perbukitan, sehingga menimbulkan sebuah pusaran.
Menariknya, awan Lenticular kelihatan begitu padat, namun hakikatnya tidak demikian. Awan ini terlihat padat karena aliran udara lembab terus menerus mengaliri sang awan dan akan keluar lewat permukaan paling bawah.
Karenanya, bentuk awan Lenticular akan bertahan hingga berjam-jam, bahkan berhari-hari.
Sementara itu, awan Lenticular bagi dunia penerbangan menjadi momok karena sangat mematikan, lantaran awan tersebut bisa menyebabkan turbulensi bagi pesawat yang nekat memasuki awan atau hanya terbang di dekat awan Lenticular.
Warga Sembalun, Rosyidin yang dihubungi Antara dari Mataram, mengatakan fenomena Gunung Rinjani "bertopi" ini muncul sekitar pukul 07.00 WITA atau saat Matahari terbit dan berakhir pada pukul 09.30 WITA.
"Munculnya itu pas Matahari terbit," ujarnya.
Rosyidin menjelaskan, fenomena puncak Gunung Rinjani "bertopi" sebetulnya sudah sering kali terjadi.
Hanya, awan yang melingkar di atas puncak Rinjani itu tidak sebundar dan sebesar seperti yang terjadi pada saat ini.
"Masyarakat sudah biasa melihat ada lingkaran awan di atas puncak Rinjani. Tapi memang yang sekarang tidak sebundar dan sebesar yang sekarang," terang Rosyidin.
Ia mengatakan, meski bukan kejadian pertama kali, banyak warga yang kemudian mengaitkan fenomena awan bertopi di atas puncak Rinjani dengan kejadian gempa yang terjadi akhir-akhir ini di daerah itu, termasuk mengaitkan dengan fenomena Gerhana Bulan yang terlihat pada Rabu dini hari sekitar pukul 04.00 Wita di wilayah itu.
Namun bagi warga sekitar Sembalun, kata Rosidin, fenomena puncak Rinjani bertopi pertanda ada orang yang meninggal. Dalam artian, orang yang meninggal bukan orang sembarangan atau masyarakat kecil melainkan pejabat atau tokoh-tokoh penting.
"Ada yang bilang ini karena gempa, Gerhana Bulan semalam. Tapi buat warga Sembalun ini pertanda orang meninggal. Tapi kalau di kaitkan gempa kami tidak percaya, karena ini kejadian lumrah setiap musim kemarau pasti awan seperti ini terjadi, cuman ini mungkin karena lingkarannya lebih besar," ungkapnya.