Kondisi ini menyebabkan banyak tindak pelecehan seksual yang tidak melibatkan sentuhan fisik luput dari jerat hukum.
“Dalam kasus video ikan asin, ketiga tersangka hanya bisa dijerat dengan pasal UU ITE,” jelas Anna.
Kekerasan simbolik siber
Dalam dunia akademis, pelecehan secara verbal yang merusak psikologis pihak lain dinamakan kekerasan simbolik alias symbolic violence.
Baca Juga: Viral Pelecehan Perempuan Berjilbab di SPBU Malaysia
Anna menjelaskan, konsep kekerasan simbolik dicetuskan kali pertama oleh Pierre Bourdieu, seorang sosiolog Prancis.
Menurut Bourdieu, bahasa tidak pernah bebas nilai. Ketika seseorang mengatakan sesuatu hal, orang yang menerima akan menangkap maksud yang berbeda.
Setiap kata dan setiap ekspresi memiliki ancaman yang dipahami oleh pengirim dan penerima pesan. Bourdieu melihat sistem simbolik melalui bahasa sebagai instrumen dominasi.
“Dalam setiap percakapan, terdapat pihak yang mendominasi dan didominasi. Pada kasus video ikan asin, Fairuz sebagai pihak yang didominasi karena dilecehkan, bukan hanya seksualitasnya, melainkan juga kepribadiannya: dituduh materialistis.”
Pada era kekinian, kekerasan simbolik yang ramai terjadi di dunia maya dapat dikategorikan sebagai kekerasan simbolik siber atau cyber simbolic violence.
Baca Juga: Aplikasi Antipelecehan Perempuan Dirilis di Pakistan
“Istilah tersebut saya pakai untuk menjelaskan banyaknya fenomena kekerasan simbolik yang dialami perempuan di dunia maya, baik di kanal YouTube, Instagram, Facebook, Twitter, maupun media daring lain,” kata Anna.