Ikan Asin, Kekerasan Simbolik Lelaki yang Merasa Pemilik Tubuh Perempuan

Rabu, 17 Juli 2019 | 14:38 WIB
Ikan Asin, Kekerasan Simbolik Lelaki yang Merasa Pemilik Tubuh Perempuan
[Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik, Galih Ginanjar, di Polda Metro Jaya, Jumat (12/7). [Suara.com/Revi Cofans]
Tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik, Galih Ginanjar, di Polda Metro Jaya, Jumat (12/7). [Suara.com/Revi Cofans]

Seksualitas perempuan juga dicederai karena penggunaan istilah tersebut mengarah pada objektivikasi perempuan sebagai makhluk yang dianggap pantas dilecehkan dan disakiti laki-laki.

“Penempatan laki-laki sebagai subjek dan perempuan sebagai objek dengan hadirnya era new media atau ‘media baru’, semakin menguatkan bias gender dalam representasi bermedia,” tuturnya.

Ia menjelaskan, sudah menonton video "Konten Mulut Sampah Rey Utami dan Pablo Benua" berjudul "Galih Ginanjar Cerita Masa Lalu" yang diunggah di YouTube.

Pada video tersebut, terdapat pernyataan Galih Ginanjar yang menyebut bagian tubuh mantan istrinya, FAR, berbau ikan asin.

Baca Juga: Viral Pelecehan Perempuan Berjilbab di SPBU Malaysia

Namun, kata Anna, dalam video berdurasi 32 menit 6 detik tersebut, Galih Ginanjar tidak hanya menyebut ‘ikan asin’ kepada mantan istrinya, tetapi juga menuduh FAR materialistis dan tidak bisa menemukan laki-laki lain sebaik dirinya untuk dijadikan suami.

Dengan demikian, pernyataan Galih Ginanjar bukan hanya melecehkan seksualitas mantan istri, melainkan juga mengarah pada ujaran kebencian yang disebabkan oleh subjektivitas penilaian.

Artinya, subjektivitas Galih Ginanjar ketika menyerang pribadi seseorang bukanlah informasi yang mengandung keberimbangan sehingga menyesatkan.

Pablo Benua, Rey Utami dan Galih Ginanjar. [Instagram]
Pablo Benua, Rey Utami dan Galih Ginanjar. [Instagram]

“Galih juga mencederai seksualitas perempuan dengan mengatakan dirinya belum cukup puas dengan mantan istinya dan lebih sering masturbasi di kamar mandi dengan menonton video porno. Jelas sekali cara seperti ini menyerang ranah seksual,” tuturnya.

Namun, kata Anna, sayangnya sistem hukum di Indonesia belum memayungi kasus pelecehan verbal yang terjadi tanpa melibatkan sentuhan fisik.

Baca Juga: Aplikasi Antipelecehan Perempuan Dirilis di Pakistan

Kalau merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pencabulan diartikan sebatas pada tindakan fisik secara langsung.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI