Suara.com - Puluhan organisasi massa yang tergabung dalam Forum Silahturahmi Ormas Islam di Aceh mendeklarasikan seruan pemberlakuan jam malam untuk anak usia 17 tahun ke bawah dan perempuan yang tidak didampingi suami atau mahram.
Mendengar hal tersebut, salah seorang perempuan warga Lhoksukon, Aceh bernama Cut Islamanda menilai seruan itu tidaklah efektif.
Cut Manda tidak setuju dengan usulan itu lantaran masih banyak perempuan-perempuan domisili Lhoksukon, Aceh Utara yang mencari nafkah pada jam malam. Menurutnya masih banyak perempuan-perempuan apalagi yang tidak didampingi suami berjualan di malam hari untuk menyambung hidup.
"Terus gimana dengan pekerja-pekerja perempuan? Yang mereka mungkin bekerja karena orang tua tidak mampu, dia tidak kuliah sampai akhirnya mereka harus cari uang di situ. Jam kerjanya itu kan biasanya jam 10 malam, jam 11 malam," kata Cut Manda saat dihubungi Suara.com, Rabu (17/7/2019).
Baca Juga: Bupati Aceh Utara dan Ormas Deklarasi Pembatasan Jam Malam untuk Perempuan
Selain pedagang, Cut Manda juga menekankan kepada wanita karier yang terkadang harus keluar di malam hari untuk keadaan darurat, semisal bidan atau jurnalis. Akan dirasa repot kalau memang wanita tersebut tidak sedang didampingi sang suami atau tidak ada mahram di dekatnya.
"Terus kalau bidan-bidan ada yang melahirkan malam, mengharuskan dia keluar dalam posisi suaminya tidak ada di tempat itu seperti apa? Minimal ada pengecualian lah," ujar wanita yang berdomisili di Lhoksukon, Aceh Utara tersebut.
Ia juga menceritakan kala menjalani tanggung jawabnya saat bekerja untuk meliput adanya praktik penebangan liar atau ilegal logging. Dirinya harus sampai menginap di tengah-tengah hutan dengan didampingi personel kepolisian yang mayoritas pria.
Karena itu, Cut Manda mengungkapkan sebaiknya seruan itu benar-benar dikaji baik dan buruknya serta efektivitasnya. Pasalnya, ia mencontohkan soal pemberlakuan aturan di mana perempuan dilarang menggunakan celana. Meskipun sudah diterapkan, namun aturan itu nyatanya percuma dilakukan.
"Cobalah dikaji ulang dulu, kira-kira apa positif apa negatifnya, efektifitasnya seperti apa saya rasa seperti itu saja. Bukan kita menolak karena sifatnya masih seruan," tandasnya.
Baca Juga: Ratusan Perusuh Serang Masjid, Sri Lanka Berlakukan Jam Malam
Deklarasi tersebut dilaksanakan di Masjid Agung Baiturrahmim, Lhoksukon, Aceh Utara, Rabu (10/7/2019). turut dihadiri Bupati Aceh Utara Muhammad Thaib (Cek Mad), Ketua DPRK Aceh Utara Ismail A Jalil, Kabag Ops Polres Aceh Utara Ajun Komisaris Iswahyudi, serta sejumlah tokoh agama.
Ketua Forum Silaturrahmi Ormas Aceh Utara, Waled (Abi) Sirajuddin, mengatakan, seruan bersama itu secara perlahan belakangan ini mulai dilakukan oleh ormas Islam bersama pemerintah setempat.
Ketua Majelis Pemuda Islam Nanggroe Aceh (Madinah) Tgk Irfandi mengatakan, peraturan itu bertujuan mengajarkan moral yang baik.
"Kami berharap, dengan adanya peraturan seperti ini mampu membawa Aceh Utara lebih baik lagi, khususnya dalam bidang pendidikan moral, serta menjadikan daerah ini sebagai percontohan. Mulai dari hal kecil untuk mengambil manfaat yang besar di hari esok untuk generasi muda Islam yang kita cintai," ujar Tgk Fandi.