Suara.com - Empat orang pengamen Cipulir yang menjadi korban salah tangkap polisi kembali mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (17/7/2019), hari ini. Mereka menuntut Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk meminta maaf.
Keempat pengamen tersebut yakni Fikri (23), Fatahillah, (18), Ucok (19), dan Pau (22), mereka dibantu Lembaga Bantuan Hukum Jakarta saat menggugat institusi penegak hukum itu ke pengadilan
Pada Juli 2013, keempatnya ditangkap oleh unit Jatanras Polda Metro Jaya di daerah Cipulir dengan tuduhan membunuh sesama pengamen anak bermotif berebut lapak.
"Mereka ditangkap tanpa bukti sah secara hukum, mereka kemudian ditangkap dan dipaksa mengaku dengan cara disiksa," kata anggota LBH Jakarta, Oky Wiratama Siagian di PN Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta, Rabu, (17/7/2019).
Baca Juga: Setelah Disiksa, Haris Korban Salah Tangkap Dipaksa Ngaku Telah Memperkosa
Belakangan terbukti di persidangan bahwa korban yang tewas bukanlah pengamen dan tak terlibat dalam kasus pembunuhan.
Setelah melalui persidangan berliku dan diwarnai salah putus, mereka kemudian dinyatakan tidak bersalah oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016.
Oky mengaku, Fikri dan teman-teman sempat mendapat penyiksaan saat mendekam di rumah tahanan Polda Metro Jaya selama tiga tahun. Selama menjalani penahanan itu, para pemuda itu sempat diduga setrum dan dipukuli petugas kepolisian.
"Ditambah mereka hanyalah anak-anak (saat ditahan) yang dengan teganya disiksa oleh Kepolisian dengan cara disetrum, dipukuli, ditendang, dan berbagai cara penyiksaan lainnya," ujar Oky.
Dalam gugatan ini, kempatnya mengajukan ganti rugi pada Kapolda Metro Jaya dan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sebagai termohon dan Kementerian Keuangan RI sebagai turut termohon.
Baca Juga: Penjual Cilok Bercadar di Bantul Jadi Korban Salah Tangkap
"Nilai itu dihitung dari ganti rugi secara materil sebesar Rp 662,4 juta dan secara imateril senilai Rp 88,5juta," tutur Oky.