Wanita Tewas Tertusuk Sedotan, Perlukah Larangan Pakai Sedotan Logam?

Dany Garjito Suara.Com
Selasa, 16 Juli 2019 | 15:12 WIB
Wanita Tewas Tertusuk Sedotan, Perlukah Larangan Pakai Sedotan Logam?
Ilustrasi sedotan. (Unsplash/Atikh Bana)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Seorang wanita tewas tertusuk sedotan logam.

Dilaporkan, Elena Struthers-Gardner (60 tahun), seorang penyandang disabilitas tengah membawa minuman di rumah.

Elena membawa minuman dengan kemasan botol, lengkap dengan sedotan logam (sedotan stainless).

Tiba-tiba Elena kolaps dan terjatuh di lantai.

Baca Juga: Gara-gara Sedotan Stainless, Hidup Wanita Ini Berakhir Tragis

Nahas Elena terjatuh tepat di atas sedotan stainless yang sedang dibawanya saat itu.

Ilustrasi sedotan logam. (Pexels/Stephanie Pombo)
Ilustrasi sedotan logam. (Pexels/Stephanie Pombo)

Berdasarkan laporan forensik, sedotan tersebut melukai mata kiri hingga ke otak dan merusak batang otaknya, seperti dikutip dari Huff Post (11/07/2019).

Brendan Allen, selaku asisten petugas forensik mengatakan pada The Bournemouth Daily Echo bahwa apa yang digunakan Elena untuk minum mengantarnya pada insiden yang fatal.

Saat sedotan logam ditempatkan pada botol minuman, maka hal tersebut tak ubahnya seperti senjata tajam yang dimasukkan pada gagangnya.

"Menurut saya sedotan logam tidak seharusnya digunakan bersama botol minuman yang bisa membuatnya tetap tegak pada tempatnya," ujar Brendan Allen.

Baca Juga: Ojol Ini Dapat Rating Buruk dari SJW Lingkungan, Alasannya Bikin Kesal

"Sepertinya masalah ada pada sedotan yang tetap tegak ditopang mulut botol ketika Elena jatuh," imbuhnya lagi.

Istri Elena, Mandy memberikan latar belakang kenapa Elena jatuh.

Mandy mengatakan bahwa Elena adalah mantan joki kuda. Pekerjaan tersebut kerap membuat Elena jatuh. Elena juga menderita scoliosis dan cedera tulang belakang, menurut pengakuan Mandy.

Penolakan penggunaan sedotan plastik

Sedotan plastik di hidung kura-kura. Tangkapan layar (Youtube/Sea Turtle Biologist)
Sedotan plastik di hidung kura-kura. Tangkapan layar (Youtube/Sea Turtle Biologist)

Pembatasan dan penolakan penggunaan sedotan plastik semakin populer saja belakangan ini.

Salah satu yang paling populer dan dianggap sebagai pemicu adalah video tahun 2015 tentang sampah sedotan plastik yang masuk di hidung kura-kura. Proses menarik sedotan plastik yang telah kaku dari dalam hidung kura-kura tentu menguras emosi pengguna media sosial.

Starbucks pun dikabarkan juga sudah berencana untuk tidak menggunakan sedotan plastik di semua gerainya di tahun 2020.

Meskipun sempat pula diberitakan pada 2016, beberapa anak kecil mengalami luka robek pada mulut bagian dalam akibat sedotan logam di gerai kopi tersebut.

Penolakan penggunaan sedotan logam (stainless)

Insiden Wanita Tewas Tertusuk Sedotan Picu Seruan Tolak Sedotan Logam. (twitter.com/SFdirewolf)
Insiden Wanita Tewas Tertusuk Sedotan Picu Seruan Tolak Sedotan Logam. (twitter.com/SFdirewolf)

Itu tadi seruan untuk penolakan sedotan plasti. Sementara seruan untuk menolak sedotan logam datang dari para penyandang disabilitas.

Aktivis penyandang disabilitas menilai seruan penolakan sedotan plastik berdampak pada mereka.

Banyak orang berkebutuhan khusus membutuhkan sedotan plastik di keseharian mereka.

Mereka menilai bila sedotan plastik sampai "diharamkan" maka itu akan mencederai hak asasi.

"Saya menggunakan sedotan plastik karena tidak sanggup minum langsung dari gelas," tulis pengguna Twitter dengan akun @SFdirewolf (Alice Wong).

"Ditambah lagi, sedotan plastik tidak meleleh saat saya mengonsumsi minuman panas, tidak seperti sedotan organik lainnya (compostable straw)," imbuhnya.

Alice Wong yang juga Founder dan Director dari Disability Visibility Project ini mengatakan bahwa ia tidak bermaksud untuk menolak aksi mengurangi sampah ini, namun ia berharap ada hal yang lebih solutif dari pada menghilangkan sedotan plastik.

"Inilah susahnya hidup di lingkungan yang dari awal tak pernah didesain untuk ramah pada kami (penyandang disabilitas). Kami harus berjuang sendirian untuk membela hak-hak kami," pungkas Wong.

Kasus di Indonesia

Pengemudi ojek daring melintas di depan Stasiun Sudirman, Jakarta, Selasa (26/3). [Suara.com/Muhaimin A Untung]
Pengemudi ojek daring melintas di depan Stasiun Sudirman, Jakarta, Selasa (26/3). [Suara.com/Muhaimin A Untung]

Di Indonesia sendiri, sempat pula viral kisah pengemudi ojek online (ojol) yang mendapat rating buruk karena membawa sedotan.

"Udah dipesen nggak usah pakai sedotan malah dibawain juga, kan nggak jadi menyelamatkan bumi, hadeh." ujar pelanggan tersebut.

Hal itu berujung pada rating tiga dari pelanggan kepada ojol.

Pernyataan dari si pelanggan tersebut rupanya cukup disayangkan oleh warganet yang beberapa menyebut oknum pelanggan ojol tersebut sebagai 'Social Justice Warriior' (SJW). Warganet menilai bahwa alasan dari pelanggan tersebut terlalu sepele dibandingkan rating buruk yang diberikan. Berikut beberapa komentar di antaranya.

"Kalau nggak mau sedotan beli sendiri nggak usah pakai ojol yaelah. Kantong dan gelasnya juga masih plastik. Menjaga bumi nggak cuma mengurangi sedotan plastik," ujar @tihse.

"Mau menyelamatkan dunia tapi nggak sadar dunia orang lain dihancurin," tulis @faizndr_ mengomentari salah satu unggahan di Twitter terkait ojol yang mendapat rating buruk karena membawakan sedotan plastik.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI