Rebi menuturkan, sehari-hari dia bekerja sebagai petani, sehingga kalau Pasha harus sekolah di swasta atau tempat yang jauh, dirinya tak mampu.
“Tapi aku mau cucu saya tetap bersekolah seperti anak-anak lain,” tukasnya.
Sementara Sarwanto, tetangga Pasha, mengakui heran bocah itu tak diterima SMP 2 Karangmojo. Sebab, ia mengetahui nilai-nilai pelajaran Pasha saat lulus SD terbilang tinggi.
"Total nilainya 15, lumayan bagus. Ada teman-temannya yang nilai dibawahnya tapi diterima di SMP 2 Karangmojo. Ada yang nilai 13 atau 10 dan rumahnya lebih jauh dari Pasha,” kata Sarwanto.
Baca Juga: Keruwetan Sistem Zonasi, KPAI Dorong Pemerintah Bangun Sekolah Negeri Baru
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY turun tangan terkait nasib Pasha. ORI bahkan terjun langsung menjenguk Pasha di rumahnya.
Kepala ORI DIY Budhi Masturi mengungkapkan, selepas adanya kabar tersebut, pihaknya lantas menerjunkan tim untuk melakukan verifikasi ke lapangan.
ORI sendiri, tambah Budhi, menginginkan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Gunungkidul mempertimbangkan kembali, serta melakukan sejumlah pengecekan pada sistem yang digunakan.
“Tim sudah ke lapangan dan ke Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga untuk klarifikasi kasus ini,” kata Budhi, Jumat (12/7/2019).
Menurut Budhi, masalah yang dialami Pasha ini tidak boleh dibiarkan lantaran akan berdampak besar terhadap masa depan anak tersebut.
Baca Juga: Banyak Terima Aduan soal Zonasi PPDB, KPAI Minta Segera Dibuat Perpres
Beberapa hal yang nanti ditinjau kembali adalah, parameter prioritas dalam PPDB sendiri adalah zona dan waktu saat pendaftaran.