Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan kode -kode yang digunakan
Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun dalam kasus suap reklamasi dan gratifikasi terkait izin dan proyek reklamasi.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, saat melakukan transaksi suap, Nurdin dan tersangka lainnya menggunakan kata sandi seperti ikan hingga daun.
"Tim mendengar penggunaan kata “ikan” sebelum rencana dilakukan penyerahan uang. Disebut jenis Ikan Tohok dan rencana “penukaran ikan” dalam komunikasi tersebut. Selain itu terkadang digunakan kata “Daun”," kata Febri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (12/7/2019).
Menurut Febri, terkuanya penggunaan kode-kode itu saat pertama kali tim KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTTP di pelabuhan. Ketika ingin ditangkap pelaku sempat menyebut bukan uang.
Baca Juga: Tersandung Kasus Suap, Kemendagri Belum Nonaktifkan Gubernur Kepri
"Sempat berdalih tidak ada uang yang diterima, tetapi kepiting," ujar Febri
Febri menambahkan tim penindakan di lapangan telah berulang kali memecahkan kode maupun sandi dalam kasus suap tersebut. Febri menjelaskan, jika kasus suap ini terungkap setelah KPK mendalami laporan dari masyarakat.
"KPK mengapresiasi Informasi dari masyarakat yang valid sehingga dapat ditindaklanjuti," tutup Febri
Sebelumnya, KPK telah menetapkan empat orang tersangka terkait izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepri, serta kasus gratifikasi.
Keempat orang tersebut yakni, Gubernur Kepri, Nurdin Basirun, Kadis Kelautan dan Perikanan, Edy Sofyan; Kabid Perikanan Tangkap, Budi Hartono; dan Abu Bakar selaku pihak swasta.
Baca Juga: Sedih Gubernur Kepri Jadi Tersangka Korupsi, Mendagri: Saya Sudah Ingatkan
Untuk Nurdin, Edy Sofyan, dan Budi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Edy dan Budi hanya disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara Abu Bakar, sebagai pihak diduga pemberi, dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.