Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun sebagai tersangka, dalam kasus suap perizinan prinsip dan lokasi pemanfaatan laut proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepri.
Selain Nurdin, KPK turut menetapkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri Edy Sofyan, serta Kepala Bidang Perikanan Tangkap Kepri Budi Hartono sebagai tersangka. Sementara sebagai pemberi suap yakni Abu Bakar dari unsur swasta juga menjadi tersangka.
Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, hal ihwal terjadinya praktik suap yang melibatkan Gubernur Nurdin.
Baca Juga: KPK Tetapkan Gubernur Kepri Nurdin Basirun Tersangka Suap Reklamasi
Awalnya, Pemprov Kepri mengajukan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) untuk dibahas DPRD.
Raperda tersebut akan menjadi acuan hukum pemanfaatan Pengelolaan wilayah kelautan Kepri terkait Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Kepri.
Diketahui pula, terdapat beberapa pihak yang mengajukan permohonan izin pemanfaatan laut untuk proyek reklamasi untuk diakomodasi dalam RZW3K Provinsi Kepri
"Jadi, pada Mei 2019, Abu Bakar mengajukan izin pemanfaatan laut untuk melakukan reklamasi di Tanjung Piayu, Batam untuk pembangunan resor dan kawasan wisata seluas 10,2 Hektare. Padahal, Tanjung Piayu merupakan area yang memiliki diperuntukkan sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung," ungkap Basaria.
Menurut Basaria, Nurdin diduga memerintahkan Budi dan Edi untuk membantu Abu bakar supaya izin yang diajukan segera disetujui.
Baca Juga: Terjaring OTT KPK, Nasdem Nonaktifkan Nurdin Basirun dari Ketua DPW Kepri
Agar izin tersebut disetujui, Budi meminta Abu Bakar nantinya mengklaim permohonan izin itu untuk membangun restoran dengan keramba sebagai budi daya ikan di bagian bawahnya.
"Di mana upaya ini dilakukan agar seolah-olah terlihat seperti fasilitas budidaya," ucap Basaria.
Selanjutnya, Budi kembali memerintahkan Edi untuk melengkapi dokumen dan data pendukung agar izin Abu Bakar segera disetujui.
"Diduga, dokumen dan data dukung yang dibuat Edi tidak berdasarkan analisis apa pun. Edi hanya menjiplak dari daerah lain agar cepat selesai persyaratannya," kata Basaria.
Basaria menambahkan, Nurdin diduga telah menerima suap dalam beberapa tahap dari Abu Bakar, baik secara langsung maupun melalui Edi.
“Pada tanggal 30 Mei 2019, diterima SGD 5 ribu dan Rp 45 juta. Esoknya, 31 Mei 2019, terbit izin prinsip reklamasi untuk ABK, seluas 10,2 hektare,” jelas Basaria.
Lalu pada tanggal 10 Juli 2019, Abu Bakar memberikan tambahan uang sebesar SGD 6000 kepada Nurdin melalui Budi.
Untuk Nurdin, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan Edy dan Budi hanya disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara Abu Bakar, sebagai pihak diduga pemberi, dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam operasi tangkap tangan kemarin, tim penindakan KPK menangkap sebanyak 7 orang. Namun, tiga lainnya dilepas karena belum bisa dikategorikan sebagai tersangka.