AS - China Perang Dagang, Dunia Terancam Krisis Alkitab Injil

Reza Gunadha Suara.Com
Kamis, 11 Juli 2019 | 13:52 WIB
AS - China Perang Dagang, Dunia Terancam Krisis Alkitab Injil
Ilustrasi perang dagang AS dan China. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Perang dagang yang sedang berlangsung antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping dapat menyebabkan warga dunia, terutama umat Katolik dan Kristen, kekurangan Alkitab.

CNN Business yang dikutip Anadolu Agency, Rabu (11/7/2019), melaporkan mayoritas penerbit AS yang menjual Alkitab harus memproduksinya di China.

Sebab, ukuran Alkitab yang terbilang besar membutuhkan mesin cetak khusus dan belum dikembangkan di negeri Pakde Sam.

Selain itu, jumlah kata dalam Alkitab rata-rata 800.000 kata, dan teks suci itu membutuhkan dicetak padahalaman yang sangat tipis.

Baca Juga: Harga Minyak Dunia dan Perang Dagang AS - China Turun, Ini Kata Sri Mulyani

HarperCollins Christian Publishing, penerbit Alkitab terkemuka di AS, mengatakan tiga perempat jumlah produksi Injil dilakukan di Cina, menurut CNN.

Sementara pengenaan tarif 25 persen pada setiap barang asal China dalam situasi perang dagang akan "Secara serius dan tidak proporsional merusak bisnis kami dan pelanggan kami," kata HarperCollins kepada penyiar berita.

CEO perusahaan penerbitan Mark Schoenwald, telah mengirim surat kepada perwakilan perdagangan utama Trump, Robert Lighthizer, untuk membahas hal tersebut.

Ia mengatakan, pengenaan tarif tinggi sebagai konsekuensi perdang dagang AS – China potensial akan mengarah pada pajak Alkitab untuk individu dan lembaga keagamaan.

“Karenanya kami telah meminta agar impor Alkitab dan barang-barang terkait keagamaan dikecualikan dari tarif tersebut,” tuturnya.

Baca Juga: Sri Mulyani Sebut RI Mampu Hindari Imbas Negatif Perang Dagang AS-China

HarperCollins memiliki dua penerbit Alkitab terbesar di AS, Zondervan dan Thomas Nelson, yang memegang 38 persen pasar Alkitab Amerika, menurut Schoenwald.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI