Suara.com - Air bersih menjadi hal yang mahal di Kampung Nelayan Muara Kamal, Penjaringan, Jakarta Utara. Untuk mandi saja, warga harus keluar duit. Apalagi untuk minum!
Kampung Nelayan Muara Kamal adalah kampung tadah hujan di Jakarta. Mereka mengandalkan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Jika musim kemarau, kantong dirogoh sedalam-dalamnya sampai jebol.
Salah satu Warga Kampung Nelayan Muara Kamal, Penjaringan, Jakarta Utara, Murni (46) mengaku sudah puluhan tahun hidup tanpa air bersih. Mereka melakukan berbagai cara untuk bertahan hidup di wilayah pesisir Jakarta ini.
Murni bercerita di awal kedatangannya ke Muara Kamal dari Tegal, Jawa Tengah pada 2004 karena ikut suaminya yang bekerja sebagai nelayan di sini.
Baca Juga: Musim Kemarau, Begini Cara Petani Magetan Cegah Tanaman Puso
Setiap hari ia hidup berdampingan dengan bau amis khas pasar ikan karena rumahnya yang berada persis di samping Dermaga Kamal Muara.
Berbicara soal air bersih, dalam satu bulan keluarganya harus menyiapkan uang sekitar Rp 900 ribu. Uang itu digunakan untuk membeli tiga jenis air.
Air bersih pertama ia beli dari Udin, seorang penjual air bersih dari PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja). Disini Murni harus mengeluarkan uang sebesar Rp 7.000 setiap harinya untuk 4 jerigen air bersih untuk keperluan mandi.
"Kalau lagi kemarau begini susah juga dapat dari Bang Udin, kan terbatas," kata Murni saat ditemui di Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis (11/7/2019).
Air kedua dibelinya dari tetangga yang memiliki sumur dan menjual air bersih dan didistribusikan melalui selang ke tetangga lain. Murni mengeluarkan Rp 10 ribu setiap harinya untuk air yang digunakan untuk mencuci pakaian dan peralatan dapur.
Baca Juga: Sebulan Kemarau, Tujuh Kecamatan di Sukabumi Mulai Kesulitan Air Bersih
"Setiap hari disetok begini, masukin ke drum, apalagi kemarau, enggak bisa nadah hujan," tambahnya.